Aborsi dalam Perspektif Islam Menurut Para Ulama Fikih

- Redaksi

Senin, 15 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aborsi adalah topik yang selalu memancing perdebatan. Dari sudut pandang medis, sosial, hingga agama, isu ini terus dibicarakan karena menyentuh langsung kehidupan dan tubuh perempuan. Lalu, bagaimana Islam memandang aborsi?

Dalam Islam, pembahasan aborsi tidak sesederhana hitam dan putih. Di satu sisi, kesehatan perempuan kini menjadi perhatian global. Di sisi lain, Islam menempatkan hak reproduksi sebagai anugerah dari Tuhan yang harus dijaga dan dihormati. Hak ini melekat pada fungsi biologis perempuan, sehingga secara prinsip perlu dilindungi.

Hingga kini, wacana aborsi dalam Islam masih bergerak di antara dua kutub. Ada pandangan resmi ulama, seperti Majelis Ulama Indonesia, yang menegaskan keharaman aborsi. Namun, ada pula kajian akademik dan sosial yang menunjukkan bahwa kehamilan tidak dikehendaki adalah realitas yang benar-benar dialami perempuan, baik secara personal maupun sosial. Artinya, kebutuhan akan informasi dan pemahaman yang adil soal aborsi tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dalam konteks ini, pengetahuan tentang kesehatan dan hak reproduksi menjadi sangat penting. Perempuan perlu memahami bagaimana tubuh dan proses reproduksinya bekerja, agar bisa menjalani seksualitas secara aman dan bertanggung jawab. Memang, aborsi tidak selalu identik dengan isu kesehatan.

Namun, keputusan terkait kehamilan sangat berkaitan dengan kondisi fisik, mental, dan sosial perempuan. Kehamilan yang tidak direncanakan sering memunculkan perasaan campur aduk seperti panik, takut, malu, hingga rasa bersalah. Dampaknya tidak kecil, terutama pada kesehatan mental dan kesejahteraan sosial perempuan.

Kontroversi soal aborsi juga berbeda-beda di setiap negara dan budaya. Meski begitu, ada benang merah yang sama, yaitu tekanan psikologis yang dialami perempuan ketika menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan.

Tekanan ini sering kali makin berat karena adanya hukum yang mengkriminalisasi aborsi serta pandangan keagamaan yang langsung memberi cap dosa. Beban tersebut, dalam banyak kasus, lebih banyak ditanggung oleh perempuan.

Di Indonesia, situasi ini diperparah oleh budaya yang masih cenderung menyalahkan perempuan. Perempuan sering diposisikan sebagai pihak yang harus bertanggung jawab penuh atas kehamilan, bahkan dalam hubungan yang sah dan harmonis.

Baca Juga :  Dampak Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Keputusan Hidup Remaja

Padahal, hak reproduksi perempuan mencakup hak untuk menentukan kapan ingin hamil dan kapan siap memiliki anak, dengan mempertimbangkan kesiapan fisik dan mental. Prinsip ini sejatinya tidak bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi dalam praktiknya masih sulit diakses oleh banyak perempuan.

Menghadapi kenyataan tersebut, peran negara menjadi sangat penting. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memperkuat komitmen dalam menjamin kesehatan reproduksi perempuan, termasuk dengan mengurangi hambatan hukum, sosial, moral, dan keagamaan yang sering kali membuat perempuan berada dalam posisi serba salah.

Lalu, bagaimana pandangan para ulama fikih mengenai aborsi? Menariknya, para ulama dari empat mazhab besar dalam Islam memiliki pendapat yang beragam. Ada yang memperbolehkan dengan syarat tertentu, ada pula yang mengharamkan secara mutlak. Perbedaan ini bahkan terjadi di dalam satu mazhab yang sama.

Mazhab Hanafi

Sebagian besar ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa aborsi boleh dilakukan sebelum janin benar-benar terbentuk. Secara umum, batas yang sering disebut adalah sebelum peniupan roh, yaitu sekitar 120 hari usia kehamilan. Sebelum tahap ini, janin dianggap belum memiliki kehidupan yang sempurna, sehingga pengguguran tidak dipandang sebagai tindak pidana.

Meski demikian, ada perbedaan pendapat mengenai kapan janin dianggap mulai terbentuk. Ali Al-Qami, salah satu ulama Hanafi, memakruhkan aborsi, sebagaimana dicatat dalam kitab Jami Ahkam Al-Shighar. Sementara itu, ulama seperti Ibnu Abidin membolehkan aborsi selama janin masih berada pada tahap awal, seperti segumpal darah atau segumpal daging, dan belum memiliki anggota tubuh yang jelas.

Mazhab Hambali

Mayoritas ulama Mazhab Hambali juga cenderung membolehkan aborsi selama janin masih berada pada fase awal, yaitu tahap segumpal daging. Pada fase ini, janin belum dipandang sebagai manusia seutuhnya. Bahkan, sebagian ulama Hambali secara tegas membolehkan aborsi sebelum peniupan roh, yang umumnya dipahami sebelum usia kehamilan 120 hari.

Mazhab Syafi’i

Pandangan ulama Syafi’iyah mengenai aborsi cukup beragam. Sebagian ulama mengharamkan aborsi sejak awal kehamilan, seperti pendapat Al-Imad. Namun, ada pula yang membolehkannya selama janin masih berupa sperma, sel telur, atau segumpal darah, bahkan sebelum usia 80 hari, sebagaimana pendapat Muhammad Abi Sa’d.

Baca Juga :  Meningkatnya Kasus LGBT di Indonesia pada Tahun 2024

Beberapa ulama Syafi’iyah lainnya masih memberi kelonggaran hingga sebelum peniupan roh. Meski begitu, Imam Al-Ghazali memiliki sikap yang sangat tegas. Beliau menolak pengguguran janin sejak tahap konsepsi karena memandangnya sebagai bentuk kejahatan, meskipun tingkat kesalahannya dianggap ringan.

Ada juga ulama Syafi’iyah yang menetapkan batas 42 hari. Artinya, aborsi hanya boleh dilakukan sebelum usia kandungan mencapai 42 hari. Dari sisi hukum, mayoritas ulama Syafi’iyah sepakat bahwa pengguguran janin setelah adanya kehidupan mewajibkan pelaku membayar kompensasi atau diyat, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Juzairi.

Mazhab Maliki

Mazhab Maliki dikenal sebagai mazhab yang paling ketat dalam persoalan aborsi. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa kehidupan sudah dimulai sejak terjadinya konsepsi. Karena itu, aborsi tidak diperbolehkan, bahkan sebelum usia kehamilan mencapai 40 hari.

Pandangan ini ditegaskan dalam Hasyiah Al-Dasuki, yang menyatakan bahwa aborsi tidak dibenarkan sejak air mani menetap di rahim. Baik suami, istri, maupun salah satu dari keduanya tidak diperkenankan menggugurkan kandungan dalam kondisi apa pun. Pengecualian hanya datang dari Al-Lakhim, yang memperbolehkan aborsi sebelum usia 40 hari.

Jika larangan ini dilanggar, sanksi yang dikenakan bergantung pada usia janin. Semakin tua usia kandungan, semakin besar pula kompensasi yang harus dibayarkan. Mayoritas ulama Malikiyah sepakat bahwa pengguguran janin yang telah bernyawa mewajibkan pembayaran ganti rugi, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qurtubi dan Imam Malik.

Secara umum, ulama yang melarang aborsi berangkat dari keyakinan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak konsepsi. Kelompok ini paling banyak berasal dari Mazhab Maliki, meskipun ada pula ulama dari mazhab lain yang sejalan, seperti Imam Al-Ghazali dari Mazhab Syafi’i, Ibnu Jauzi dari Mazhab Hambali, dan Ibnu Hazm dari Mazhab Zahiri.

Sebaliknya, ulama yang membolehkan aborsi, terutama sebelum peniupan roh atau sebelum janin terbentuk secara jelas, umumnya berasal dari Mazhab Hanafi dan Hambali. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa Islam memiliki khazanah pemikiran yang luas dalam merespons persoalan aborsi, dengan mempertimbangkan aspek kehidupan, moral, dan kemaslahatan manusia.

Penulis : Azkia Khamalia Sangaji | Prodi Perbandingan Mazhab | UIN Syarif Hidayatullah

Editor : Anisa Putri

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Toleransi Antar-Mazhab: Mengapa Perbedaan Fikih Tidak Pernah Mengancam Islam
Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Game Online
Dampak Era Digital terhadap Perkembangan Bisnis Syariah di Indonesia
Perbandingan Mazhab dan Pembentukan Nalar Hukum Kritis Mahasiswa
Pengembangan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah Dasar
Pengaruh Green Lifestyle Gen Z terhadap Percepatan SDGS di Indonesia
Rahasia Gen Z Menguasai Dunia Bisnis Fashion Modern
Hukum Poligami Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi

Berita Terkait

Senin, 22 Desember 2025 - 18:46 WIB

Toleransi Antar-Mazhab: Mengapa Perbedaan Fikih Tidak Pernah Mengancam Islam

Kamis, 18 Desember 2025 - 22:03 WIB

Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Game Online

Kamis, 18 Desember 2025 - 21:21 WIB

Dampak Era Digital terhadap Perkembangan Bisnis Syariah di Indonesia

Kamis, 18 Desember 2025 - 18:52 WIB

Perbandingan Mazhab dan Pembentukan Nalar Hukum Kritis Mahasiswa

Rabu, 17 Desember 2025 - 21:10 WIB

Pengembangan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah Dasar

Berita Terbaru

Opini

Mencari Keseimbangan sebagai Landasan Etika Sosial

Selasa, 23 Des 2025 - 23:30 WIB

Opini

Mengelola Diri Sendiri Sebelum Mengelola Orang Lain

Selasa, 23 Des 2025 - 19:25 WIB

Opini

Membangkitkan Nilai Pancasila bagi Generasi Muda

Selasa, 23 Des 2025 - 19:05 WIB