Fatwa di Ujung Jari: Tantangan Bermadzhab di Era Algoritma

- Redaksi

Minggu, 28 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dulu, merujuk pada sebuah mazhab menuntut kedekatan langsung dengan sumber otoritas keilmuan. Majelis taklim, halaqah, dan kitab-kitab turats menjadi ruang utama untuk memahami fikih secara berlapis dan bertanggung jawab.

Proses itu memerlukan waktu, disiplin, dan kerendahan hati intelektual. Kini, lanskap tersebut berubah drastis. Jawaban atas persoalan agama hadir seketika melalui mesin pencari dan media sosial, cukup dengan beberapa ketukan di layar gawai. Fenomena inilah yang melahirkan apa yang kerap disebut sebagai fatwa di ujung jari.

Perubahan ini bukan sekadar soal medium, melainkan pergeseran otoritas. Algoritma media sosial mulai berperan sebagai penentu arus wacana keagamaan. Ia bekerja berdasarkan preferensi pengguna, intensitas interaksi, dan potensi viralitas, bukan pada kedalaman metodologi istinbat atau keutuhan argumentasi hukum.

Akibatnya, seseorang lebih sering terpapar pada pandangan yang sejalan dengan selera dan prasangka pribadinya. Ruang gema pun terbentuk, menyempitkan cakrawala berpikir dan menyingkirkan keragaman pandangan yang seharusnya menjadi ciri tradisi fikih Islam.

Baca Juga :  Sumber Hukum Internasional: Pilar Keadilan dan Perdamaian Dunia

Dalam tradisi keilmuan Islam, bermadzhab bukanlah praktik memilih hukum yang paling ringan atau paling populer. Ia merupakan komitmen terhadap metode berpikir yang sistematis, bertahap, dan berakar pada disiplin ilmu.

Tantangan bermadzhab di era digital muncul ketika proses tersebut dipangkas menjadi sekadar perbandingan instan. Banyak orang melakukan komparasi mazhab secara dangkal, mengambil pendapat yang terasa paling nyaman tanpa memahami dalil, konteks, dan kaidah yang melatarinya.

Masalah lain yang tak kalah serius adalah memudarnya sanad otoritas. Popularitas kerap mengalahkan legitimasi keilmuan. Figur yang piawai mengemas pesan singkat dan provokatif sering dipersepsikan lebih otoritatif dibandingkan ulama yang menempuh jalur panjang pendidikan klasik.

Dalam situasi ini, perbedaan pendapat yang sejatinya merupakan produk ijtihad yang terhormat justru berubah menjadi sumber polarisasi. Kolom komentar menjadi arena saling menegasikan, bukan ruang dialog yang beradab.

Baca Juga :  Puskesmas Kedungwuni II Luncurkan Program GEMPITA DM & HT untuk Kendalikan Diabetes dan Hipertensi

Padahal, teknologi tidak niscaya menjadi ancaman. Ia justru membuka peluang besar bagi penyebaran pengetahuan dan penguatan moderasi beragama. Namun, peluang ini hanya dapat dimanfaatkan jika disertai kedewasaan literasi.

Pengguna perlu lebih cermat memeriksa kredibilitas sumber, memahami batasan konten digital yang serba ringkas, serta menyadari bahwa hukum agama tidak selalu dapat direduksi menjadi potongan video atau kutipan lepas.

Beragama di ruang digital menuntut keseimbangan antara kecepatan informasi dan kedalaman tradisi. Disiplin ilmu klasik tetap relevan sebagai kompas etik dan intelektual dalam menavigasi derasnya arus algoritma. Tanpa kesadaran itu, fatwa di ujung jari berisiko menjauhkan umat dari esensi bermadzhab yang berakar pada kehati-hatian, keluasan pandangan, dan tanggung jawab keilmuan.

Penulis : Rahayu R Usman | Prodi Perbandingan Mazhab | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor : Anisa Putri

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Strategi Dakwah Walisongo di Zaman Kontemporer
Ketika Sopir Pulang Tanpa Nyawa, Siapa yang Bertanggung Jawab?
Keseimbangan dalam Berpendapat dan Rapuhnya Etika Ruang Publik
Ramah, Cepat, dan Tepat: PR Besar Pelayanan Publik
Pemerataan Bansos: Antara Data, Kuasa, dan Kepercayaan Publik
Harga Cabai Melonjak, Ketahanan Dapur Warga Musi Rawas Diuji
Mencari Keseimbangan sebagai Landasan Etika Sosial
Dari Tradisional ke Digital: Manajemen Inovasi Pendidikan Tinggi Indonesia

Berita Terkait

Minggu, 28 Desember 2025 - 20:49 WIB

Fatwa di Ujung Jari: Tantangan Bermadzhab di Era Algoritma

Sabtu, 27 Desember 2025 - 18:39 WIB

Strategi Dakwah Walisongo di Zaman Kontemporer

Sabtu, 27 Desember 2025 - 12:42 WIB

Ketika Sopir Pulang Tanpa Nyawa, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Jumat, 26 Desember 2025 - 15:57 WIB

Keseimbangan dalam Berpendapat dan Rapuhnya Etika Ruang Publik

Jumat, 26 Desember 2025 - 09:30 WIB

Ramah, Cepat, dan Tepat: PR Besar Pelayanan Publik

Berita Terbaru

Opini

Fatwa di Ujung Jari: Tantangan Bermadzhab di Era Algoritma

Minggu, 28 Des 2025 - 20:49 WIB

Sumber Gambar: Dok. laduni.id

Opini

Strategi Dakwah Walisongo di Zaman Kontemporer

Sabtu, 27 Des 2025 - 18:39 WIB

Ilustrasi by AI

Esai

Deepfake AI dalam Perspektif Islam

Jumat, 26 Des 2025 - 14:51 WIB