Belum lama ini publik dikejutkan oleh temuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait pelanggaran lingkungan yang dilakukan sejumlah perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Dua di antaranya, PT Anugrah Surya Pratama (ASP) asal Tiongkok dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), terbukti beroperasi tanpa izin dan tanpa sistem pengelolaan lingkungan yang memadai.
ASP diketahui menambang di Pulau Manuran tanpa sistem pengolahan limbah, sementara MRP melakukan eksplorasi di Pulau Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan izin pemanfaatan kawasan hutan (PPKH). Akibatnya, kegiatan keduanya dihentikan oleh KLHK.
Aktivitas tambang yang merusak ekosistem di Raja Ampat bukan sekadar pelanggaran administratif. Ia merupakan bentuk nyata pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu melanggar hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Mugi Yananto, menegaskan bahwa hak atas lingkungan yang sehat merupakan bagian dari hak dasar yang menjamin kehidupan manusia secara seimbang dan berkelanjutan.
Namun, pelanggaran HAM di negeri ini tidak berhenti di sana. Pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, serta pembatasan kebebasan berekspresi terus terjadi. Maka, pertanyaan besar pun muncul: apakah hak asasi manusia di Indonesia benar-benar dijunjung tinggi, atau sekadar menjadi slogan kosong yang diulang tanpa makna?
Masalah utama terletak pada lemahnya komitmen politik dalam menegakkan HAM. Kepentingan ekonomi dan politik kerap mengalahkan perlindungan hak dasar warga negara. Di sisi lain, kesadaran masyarakat tentang HAM masih rendah.
Banyak yang belum memahami konsep dan mekanisme untuk memperjuangkannya. Kekebalan hukum bagi pelaku pelanggaran juga memperparah keadaan, menciptakan ruang impunitas yang menumbuhkan rasa tidak percaya terhadap sistem hukum.
Perbaikan membutuhkan langkah nyata. Pemerintah harus menegaskan komitmennya dengan kebijakan yang berpihak pada penegakan HAM, bukan sekadar retorika. Pendidikan HAM perlu diintegrasikan dalam sistem pendidikan formal dan informal agar masyarakat memahami nilai-nilai kemanusiaan secara mendalam. Penegakan hukum pun harus dilakukan secara adil, transparan, dan tanpa diskriminasi.
HAM bukan tanggung jawab pemerintah semata. Ia adalah tugas moral seluruh elemen masyarakat. Melalui kolaborasi dan kesadaran kolektif, hak asasi manusia seharusnya tidak berhenti sebagai semboyan, melainkan menjadi realitas yang hidup dalam tindakan dan kebijakan setiap hari.
Penulis : Rama Permata Sari | Mahasiswi Prodi Pendidikan Matematika UIN Raden Intan Lampung
Editor : Anisa Putri









