Pengaruh Green Lifestyle Gen Z terhadap Percepatan SDGS di Indonesia

- Redaksi

Rabu, 17 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Latar Belakang

Isu pembangunan berkelanjutan belakangan ini semakin sering dibicarakan, bukan hanya di ruang-ruang kebijakan global, tetapi juga dalam percakapan sehari-hari. Krisis iklim, tumpukan sampah, polusi, hingga menipisnya sumber daya alam membuat banyak orang mulai bertanya apakah pola hidup kita selama ini masih bisa dipertahankan.

Di tengah situasi tersebut, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals SDGs hadir sebagai kompas bersama untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial.

Salah satu pesan penting dalam SDGs adalah perubahan cara kita mengonsumsi dan memproduksi barang. Pola konsumsi masyarakat terbukti punya dampak besar terhadap lingkungan, mulai dari jumlah sampah yang dihasilkan hingga jejak karbon yang dilepaskan ke atmosfer.

Pilihan sehari-hari seperti membeli pakaian, menggunakan plastik sekali pakai, atau membuang barang yang masih layak pakai sering kali terlihat sepele, padahal jika dilakukan secara masif, dampaknya sangat besar bagi bumi.

Dalam konteks inilah Generasi Z muncul sebagai aktor penting. Generasi yang lahir dan tumbuh bersama internet ini memiliki akses informasi yang sangat luas. Isu perubahan iklim, pencemaran laut, sampah plastik, hingga dampak industri fast fashion tidak lagi terasa jauh.

Semua itu hadir di layar ponsel mereka setiap hari, baik lewat berita, media sosial, maupun kampanye digital. Paparan informasi tersebut membentuk kesadaran baru bahwa gaya hidup tidak hanya soal kenyamanan pribadi, tetapi juga soal tanggung jawab terhadap lingkungan.

Kesadaran ini kemudian mendorong banyak anak muda mengadopsi apa yang dikenal sebagai green lifestyle atau gaya hidup ramah lingkungan. Istilah ini merujuk pada cara hidup yang berusaha meminimalkan dampak negatif terhadap alam, misalnya dengan mengurangi sampah, memilih produk yang lebih berkelanjutan, hemat energi, dan lebih bijak dalam konsumsi. Di kalangan Gen Z, green lifestyle tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang kaku atau eksklusif, tetapi justru menjadi bagian dari identitas dan gaya hidup modern.

Salah satu wujud paling populer dari green lifestyle di kalangan Gen Z adalah praktik thrifting, yaitu membeli pakaian bekas yang masih layak pakai. Selain lebih terjangkau, thrifting juga dianggap sebagai pilihan yang lebih ramah lingkungan karena dapat memperpanjang usia pakai pakaian dan menekan limbah tekstil.

Banyak anak muda mulai menyadari bahwa industri mode merupakan salah satu penyumbang emisi karbon dan limbah terbesar di dunia, sehingga mengurangi konsumsi pakaian baru menjadi langkah nyata yang bisa dilakukan.

Meski demikian, penerapan green lifestyle tidak selalu berjalan mulus. Berbagai penelitian menunjukkan adanya jarak antara pengetahuan dan praktik. Banyak Gen Z yang sudah paham soal pentingnya menjaga lingkungan, tetapi dalam keseharian masih terjebak dalam pola konsumsi impulsif. Thrifting pun tidak luput dari kritik, mulai dari isu kebersihan, legalitas pakaian impor bekas, hingga pergeseran makna dari praktik ramah lingkungan menjadi sekadar tren estetika di media sosial.

Situasi ini menunjukkan bahwa green lifestyle memiliki potensi besar sekaligus tantangan yang tidak kecil. Karena itu, penting untuk melihat lebih jauh bagaimana gaya hidup ramah lingkungan yang dijalani Gen Z bisa berkontribusi terhadap percepatan pencapaian SDGs di Indonesia. Pemahaman yang lebih mendalam dibutuhkan agar green lifestyle tidak berhenti sebagai tren sesaat, tetapi benar-benar menjadi kekuatan sosial yang mendorong perubahan berkelanjutan.

Kontribusi Green Lifestyle Gen Z terhadap Percepatan Target SDGs

Green lifestyle pada dasarnya adalah kumpulan pilihan dan kebiasaan hidup yang berorientasi pada pelestarian lingkungan. Bagi Generasi Z, konsep ini tidak sekadar slogan, melainkan tercermin dalam keputusan sehari-hari, mulai dari cara berpakaian, memilih produk, hingga cara berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Gaya hidup ramah lingkungan ini menjadi bagian dari nilai yang mereka anut, sejalan dengan karakter Gen Z yang cenderung reflektif, kritis, dan peduli pada isu sosial.

Dalam praktiknya, green lifestyle mencakup berbagai perilaku sederhana namun berdampak. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, membawa botol minum sendiri, memilih transportasi umum, hingga memilah sampah adalah contoh nyata yang banyak ditemui di kalangan anak muda.

Meski terlihat kecil, kebiasaan ini berkontribusi langsung pada target SDGs, khususnya tujuan ke-12 tentang konsumsi dan produksi berkelanjutan serta tujuan ke-13 tentang aksi terhadap perubahan iklim.

Salah satu indikator penting dari green lifestyle adalah kesadaran lingkungan atau environmentalism. Ini merujuk pada sejauh mana seseorang peduli dan memahami kondisi lingkungan, lalu menjadikannya dasar dalam mengambil keputusan.

Pada Gen Z, kesadaran ini sering dipengaruhi oleh informasi yang mereka terima di ruang digital. Video tentang dampak sampah plastik di laut atau dokumenter tentang limbah industri fashion mampu membangun empati sekaligus mendorong perubahan perilaku.

Selain kesadaran, sikap hemat dalam menggunakan sumber daya juga menjadi ciri green lifestyle. Banyak Gen Z mulai mempertanyakan ulang kebutuhan mereka sebelum membeli sesuatu. Apakah barang ini benar-benar dibutuhkan atau hanya dorongan sesaat.

Baca Juga :  Perbandingan Mazhab dan Pembentukan Nalar Hukum Kritis Mahasiswa

Sikap ini berkaitan dengan upaya mengurangi pemborosan dan limbah. Pengetahuan tentang lingkungan pun memainkan peran penting, karena pemahaman yang baik membuat seseorang lebih sadar akan konsekuensi dari pilihan konsumsinya.

Perubahan pola konsumsi ini terlihat jelas dalam fenomena thrifting. Praktik membeli pakaian bekas yang masih layak pakai menjadi simbol pergeseran dari konsumsi linier ke konsumsi sirkular. Dalam ekonomi sirkular, barang tidak langsung dibuang setelah digunakan, tetapi dipakai kembali, diperbaiki, atau didaur ulang. Dengan thrifting, pakaian mendapat kesempatan hidup kedua sebelum benar-benar menjadi limbah.

Menariknya, motivasi Gen Z dalam thrifting tidak tunggal. Faktor ekonomi memang berperan, terutama bagi pelajar dan mahasiswa. Namun, kesadaran akan dampak lingkungan industri mode juga menjadi pendorong penting.

Banyak anak muda menyadari bahwa produksi pakaian baru membutuhkan air dalam jumlah besar, menghasilkan emisi karbon, dan sering kali melibatkan praktik kerja yang tidak adil. Thrifting kemudian dipandang sebagai pilihan yang lebih etis dan bertanggung jawab.

Di sisi lain, thrifting juga memiliki dimensi sosial dan budaya. Media sosial berperan besar dalam membentuk citra thrifting sebagai gaya hidup yang keren dan unik. Kampanye seperti #TukarBaju yang digagas komunitas Zero Waste Indonesia berhasil mengubah stigma pakaian bekas menjadi simbol kepedulian dan kreativitas. Lewat unggahan foto dan cerita, Gen Z saling menginspirasi untuk mencoba gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

Kontribusi green lifestyle Gen Z terhadap SDGs tidak hanya terlihat dari pilihan individu, tetapi juga dari dampak kolektifnya. Ketika semakin banyak anak muda memilih produk berkelanjutan, permintaan pasar pun mulai bergeser.

Industri didorong untuk beradaptasi, baik dengan menghadirkan produk yang lebih ramah lingkungan maupun dengan memperbaiki proses produksi. Dengan kata lain, keputusan konsumsi Gen Z memiliki efek domino terhadap sistem ekonomi yang lebih luas.

Kesadaran ini semakin kuat di era Society 5.0, ketika teknologi dan kehidupan manusia saling terhubung. Gen Z melihat bahwa tindakan personal bisa berkontribusi pada perubahan sistemik. Membawa tumbler, misalnya, tidak hanya mengurangi sampah plastik, tetapi juga menjadi pesan simbolik bahwa kebiasaan lama bisa diubah. Hal-hal sederhana seperti ini memperlihatkan bahwa green lifestyle bukan konsep abstrak, melainkan praktik nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

Tantangan, Risiko, dan Implikasi Kebijakan atas Green Lifestyle di Kalangan Gen Z

Meski green lifestyle menawarkan banyak potensi positif, penerapannya di kalangan Gen Z juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satu yang paling sering muncul adalah ketidaksesuaian antara pengetahuan dan perilaku. Banyak anak muda yang sudah paham pentingnya keberlanjutan, tetapi dalam praktik masih sulit konsisten. Godaan diskon, tren cepat berubah, dan tekanan sosial sering kali membuat keputusan konsumsi menjadi impulsif.

Dalam konteks thrifting, misalnya, tidak sedikit Gen Z yang membeli pakaian bekas dalam jumlah banyak hanya karena murah dan menarik secara visual. Alih-alih mengurangi konsumsi, praktik ini justru berpotensi menciptakan pola belanja baru yang tidak jauh berbeda dari fast fashion. Artinya, nilai keberlanjutan bisa terkikis jika tidak dibarengi dengan refleksi kritis tentang kebutuhan.

Selain itu, ada pula risiko kesehatan yang perlu diperhatikan. Pakaian bekas yang tidak dibersihkan dengan benar dapat membawa bakteri atau jamur yang berisiko bagi kesehatan kulit. Meski sebagian toko thrifting sudah menerapkan standar kebersihan, praktik di lapangan masih sangat beragam. Hal ini membuat thrifting kerap dipandang ambigu, antara ramah lingkungan dan berisiko bagi kesehatan.

Dari sisi legalitas, perdagangan pakaian bekas impor juga menjadi persoalan serius di Indonesia. Penjualan pakaian impor bekas sebenarnya dilarang karena berpotensi membawa penyakit, merugikan industri tekstil lokal, dan menambah beban limbah.

Namun, tingginya minat terhadap thrifting justru memicu maraknya praktik ilegal. Tanpa pengawasan yang ketat, fenomena ini bisa menghambat pencapaian SDGs, terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Tantangan lain datang dari dampak ekologis yang tidak selalu terlihat. Tidak semua pakaian bekas yang masuk ke pasar thrifting bisa terjual kembali. Pakaian yang tidak layak pakai akan menjadi limbah baru jika tidak dikelola dengan baik. Ini menunjukkan bahwa thrifting tidak otomatis ramah lingkungan jika rantai pasok dan pengelolaannya bermasalah.

Faktor psikologis dan sosial juga memengaruhi niat beli Gen Z. Keinginan untuk tampil menarik di media sosial, kebutuhan akan pengakuan, dan citra merek sering kali lebih dominan daripada pertimbangan ekologis. Budaya visual yang kuat membuat thrifting berisiko bergeser menjadi sekadar alat untuk memenuhi kebutuhan konten, bukan sebagai praktik keberlanjutan.

Situasi ini menegaskan bahwa green lifestyle bukan hanya soal pilihan individu, tetapi juga soal ekosistem yang mendukungnya. Tanpa edukasi yang memadai dan regulasi yang jelas, potensi positif green lifestyle bisa berubah menjadi fenomena yang kontraproduktif. Karena itu, intervensi kebijakan menjadi sangat penting untuk menjaga arah gerakan ini tetap sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Baca Juga :  Bahaya Narkoba bagi Pelajar, Ancaman Nyata bagi Masa Depan

Upaya Optimalisasi Green Lifestyle terhadap Percepatan SDGs pada Gen Z

Agar kontribusi green lifestyle Gen Z terhadap SDGs semakin optimal, dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif. Langkah pertama adalah memperkuat literasi keberlanjutan. Meski banyak Gen Z sudah akrab dengan isu lingkungan, pemahaman yang lebih mendalam tetap diperlukan, terutama terkait dampak jangka panjang dari pola konsumsi.

Edukasi keberlanjutan tidak harus selalu formal. Kampanye kreatif, diskusi komunitas, hingga konten edukatif di media sosial bisa menjadi sarana efektif. Pendekatan ini membantu menjembatani kesenjangan antara pengetahuan dan tindakan, sehingga kesadaran lingkungan benar-benar terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Langkah berikutnya adalah mendorong keterlibatan sektor industri. Banyak anak muda ingin beralih ke produk ramah lingkungan, tetapi terkendala harga. Dukungan kebijakan berupa insentif, inovasi produksi, dan program tanggung jawab sosial perusahaan dapat membuat produk berkelanjutan lebih terjangkau. Industri juga perlu membangun citra merek yang mengedepankan nilai keberlanjutan tanpa kehilangan daya tarik bagi Gen Z.

Dalam konteks thrifting, standar kebersihan yang jelas dan konsisten menjadi hal yang mendesak. Regulasi terkait sanitasi dan pengelolaan pakaian bekas perlu ditegakkan untuk melindungi konsumen. Pengawasan terhadap pakaian impor bekas ilegal juga harus diperketat, sembari membuka ruang bagi praktik thrifting yang legal dan higienis.

Peran komunitas dan organisasi masyarakat sipil tidak kalah penting. Gerakan seperti #TukarBaju menunjukkan bahwa kampanye berbasis komunitas mampu mengubah cara pandang dan perilaku anak muda. Media sosial pun perlu dimanfaatkan secara strategis, bukan hanya untuk menampilkan estetika, tetapi juga untuk menyebarkan nilai konsumsi yang bertanggung jawab.

Di sisi individu, Gen Z perlu membangun kebiasaan konsumsi yang lebih reflektif. Membeli sesuai kebutuhan, merawat barang agar lebih awet, dan menahan dorongan belanja impulsif adalah langkah sederhana namun bermakna. Ketika nilai keberlanjutan benar-benar diinternalisasi, green lifestyle akan berkembang menjadi transformasi perilaku jangka panjang, bukan sekadar tren sesaat.

Kesimpulan

Green lifestyle di kalangan Generasi Z memiliki peran penting dalam mendorong percepatan pencapaian SDGs di Indonesia. Kesadaran lingkungan yang didukung oleh akses informasi dan literasi ekologis mendorong anak muda mengadopsi pola konsumsi yang lebih bertanggung jawab.

Praktik seperti thrifting, penggunaan produk ramah lingkungan, dan kebiasaan mengurangi sampah menunjukkan bahwa green lifestyle telah menjadi bagian dari identitas sosial Gen Z.

Meski demikian, kontribusi ini masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketidakkonsistenan perilaku, risiko kesehatan, persoalan legalitas, hingga potensi pergeseran makna keberlanjutan menjadi sekadar tren. Tanpa pengelolaan yang tepat, green lifestyle justru bisa menimbulkan dampak negatif baru.

Karena itu, optimalisasi peran Gen Z dalam green lifestyle membutuhkan sinergi antara individu, pemerintah, industri, komunitas, dan media. Dengan literasi yang kuat, regulasi yang jelas, serta dukungan ekosistem yang sehat, green lifestyle Gen Z berpotensi menjadi kekuatan nyata dalam mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

  • Astrawan, I. K. C., & Sukadana, I. W. (2023). Eksternalitas bisnis thrifting            dengan metode cost and benefit analysis di Kota Denpasar. JEBaku, 5(3). https://doi.org/10.55606/jebaku.v5i3.5917
  • Edo, D., Febriasari, P., & Jesajas, T. G. J. (2024). Sustainable style: How environmental knowledge and environmental concern influence Gen-Z’s fashion choices. Ekonomi. https://ejournal.seaninstitute.or.id/index.php/Ekonomi/article/view/5513
  • Fadly, E., Hrp, E. H., Adnan, H. K., & Effendi, E. (2024). Trend Thrifting Sebagai Alternatif Outfit Kuliah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, 15(1), 61-65. https://ejurnal.provisi.ac.id/index.php/JTIKP/article/view/805
  • Febriasari, P., Josephine Jesajas, T. G., & Edo, D. (2024). Fenomena Thrifting dari Perspektif Gen-Z Indonesia: Pendekatan Metode Campuran. Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial (JMPIS), 5(6). https://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&profile=ehost&scope=site&authtype=crawler&jrnl=27163768&AN=181691342&h=FU83YvJ6Jmp04x5vPYWogj1%2BgdCarlaviAyJtPUPzQlA30kmfi90VgkPZisqzU4ScUbmSfdlNn%2FnrXchXcnckQ%3D%3D&crl=c
  • Febriasari, P., Reswari, R. A., & Octaviani, D. (2024). Sustainable fashion dan Generasi Z Indonesia: Integrasi kepedulian lingkungan dan Knowledge-Attinide-Behaviour model. Ornamen, 22(1). https://doi.org/10.33153/ornamen.v22i1.7081
  • Kafidah, M., Kusumawati, A., & Nurrahman, A. (2025). Pentingnya green lifestyle bagi Gen Z di era Society 5.0. Jurnal KPAI. https://journal.student.uny.ac.id/kpai/article/view/25019
  • Oktavia, H., & Rosnawati, E. (2024). The legal implications of selling imported thrift clothing: Environmental impact (Implikasi hukum penjualan pakaian thrift impor: Dampak bagi lingkungan hidup). https://doi.org/10.21070/ups.2242
  • Ramadhan, R. R., & Mangifera, L. (2024). Pengaruh Enviromentalism, Frugality, dan Status Sosial terhadap Niat Beli Thrifting dengan Brand Image sebagai Variabel Interveming pada Generasi atau Gen Z di Solo Raya. Economic Reviews Journal, 3(2), 848-864. http://www.mes-bogor.com/journal/index.php/mrj/article/view/206
  • Ramdan, D., & Pertiwi, S. (2025). Exploring consumer motivations and perceptions in thrifting as a lifestyle choice. Buana Komunikasi, 6(2). https://doi.org/10.32897/buanakomunikasi.2025.6.2.4600
  • Syafitri, C. Z. L. (2025). Peran Media Sosial dalam Mempengaruhi Kesadaran Konsumtif Generasi Z melalui Tren Thrifting sebagai Gaya Hidup Berkelanjutan. Promedia (Public Relation Dan Media Komunikasi), 11(1). https://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/kom/article/view/8310
  • Zahro, Y. N., & Dhona, H. R. (2023). Meaning of thrifting in the #TukarBaju campaign in the Zero Waste Indonesia community. Lontar, 11(1). https://doi.org/10.30656/lontar.v11i1.5626

Penulis : Jesika Dinata Budi | S1 Ekonomi Pembangunan | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Muhammadiyah Malang

Editor : Intan Permata

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Toleransi Antar-Mazhab: Mengapa Perbedaan Fikih Tidak Pernah Mengancam Islam
Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Game Online
Dampak Era Digital terhadap Perkembangan Bisnis Syariah di Indonesia
Perbandingan Mazhab dan Pembentukan Nalar Hukum Kritis Mahasiswa
Pengembangan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah Dasar
Rahasia Gen Z Menguasai Dunia Bisnis Fashion Modern
Aborsi dalam Perspektif Islam Menurut Para Ulama Fikih
Hukum Poligami Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanafi

Berita Terkait

Senin, 22 Desember 2025 - 18:46 WIB

Toleransi Antar-Mazhab: Mengapa Perbedaan Fikih Tidak Pernah Mengancam Islam

Kamis, 18 Desember 2025 - 22:03 WIB

Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Game Online

Kamis, 18 Desember 2025 - 21:21 WIB

Dampak Era Digital terhadap Perkembangan Bisnis Syariah di Indonesia

Kamis, 18 Desember 2025 - 18:52 WIB

Perbandingan Mazhab dan Pembentukan Nalar Hukum Kritis Mahasiswa

Rabu, 17 Desember 2025 - 21:10 WIB

Pengembangan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah Dasar

Berita Terbaru

Opini

Mencari Keseimbangan sebagai Landasan Etika Sosial

Selasa, 23 Des 2025 - 23:30 WIB

Opini

Mengelola Diri Sendiri Sebelum Mengelola Orang Lain

Selasa, 23 Des 2025 - 19:25 WIB

Opini

Membangkitkan Nilai Pancasila bagi Generasi Muda

Selasa, 23 Des 2025 - 19:05 WIB