Pendidikan dasar merupakan fase krusial dalam pembentukan karakter anak. Pada jenjang Sekolah Dasar, peserta didik berada pada tahap awal pembentukan sikap, kebiasaan, serta sistem nilai yang kelak membentuk kepribadian mereka sebagai individu dewasa. ‘
Pendidikan pada tahap ini tidak dapat direduksi semata-mata pada capaian akademik. Ia harus dipahami sebagai proses menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi moral, sosial, emosional, dan kultural siswa. Dalam konteks inilah kegiatan ekstrakurikuler memperoleh relevansi strategis sebagai instrumen pembentukan karakter.
Kegiatan ekstrakurikuler memberikan ruang belajar yang berbeda dari pembelajaran di kelas. Aktivitas yang dilaksanakan di luar jam pelajaran formal ini memungkinkan siswa mengalami proses belajar berbasis pengalaman langsung.
Melalui interaksi, kerja sama, kepemimpinan, serta pembiasaan sikap, siswa tidak hanya memahami nilai secara kognitif, tetapi juga menginternalisasikannya dalam tindakan. Pendidikan karakter melalui jalur ini menjadi pelengkap sekaligus penguat pendidikan formal yang sering kali terbatas oleh struktur kurikulum dan waktu pembelajaran.
Baidowi (2020) menegaskan bahwa pendidikan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai moral melalui pembinaan minat dan bakat serta pendampingan berkelanjutan.
Nilai seperti kejujuran, toleransi, tanggung jawab, dan sopan santun tidak diajarkan secara verbalistik, melainkan dipraktikkan dalam situasi nyata. Sekolah sebagai lembaga formal memiliki tanggung jawab menghadirkan ekosistem pendidikan yang memungkinkan nilai-nilai tersebut tumbuh secara alami dan konsisten.
Karakter siswa pada dasarnya terbentuk melalui interaksi dengan lingkungan. Aturan sekolah, budaya disiplin, relasi guru dan siswa, serta kegiatan pendukung seperti ekstrakurikuler saling berkelindan membentuk iklim pendidikan. Oleh sebab itu, pemilihan dan pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler tidak boleh bersifat seremonial.
Kegiatan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa dan memiliki orientasi nilai yang jelas. Kegiatan Pramuka, misalnya, menjadi contoh ekstrakurikuler yang secara sistematis menanamkan disiplin, kepemimpinan, solidaritas, dan kecintaan terhadap bangsa.
Kebijakan pemerintah memperkuat posisi strategis kegiatan tersebut. Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 menegaskan kewajiban penyelenggaraan Pramuka sebagai pelengkap pembelajaran mendalam di sekolah dasar. Savitri (2025) menunjukkan bahwa kegiatan Pramuka berkontribusi signifikan dalam membentuk karakter kepemimpinan, kemandirian, kreativitas, serta rasa tanggung jawab sosial pada siswa. Kebijakan ini mencerminkan kesadaran bahwa pendidikan karakter membutuhkan ruang praktik yang konkret, bukan sekadar wacana normatif.
Di tengah percepatan perkembangan teknologi, tantangan pendidikan karakter semakin kompleks. Akses informasi yang instan dan penggunaan gawai sejak usia dini berpotensi melemahkan kedisiplinan, daya juang, serta tanggung jawab belajar siswa apabila tidak diimbangi dengan pembinaan karakter yang kuat. Dalam kondisi ini, kegiatan ekstrakurikuler berfungsi sebagai penyeimbang yang menghadirkan pengalaman sosial nyata, melatih ketekunan, serta membangun empati dan kerja sama.
Meski demikian, pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di tingkat sekolah dasar masih menghadapi sejumlah kendala. Keterbatasan sarana prasarana, minimnya pembina yang kompeten, serta perencanaan program yang kurang matang sering kali membuat kegiatan berjalan seadanya.
Tanpa pengelolaan yang serius, ekstrakurikuler berisiko kehilangan daya didik dan berubah menjadi rutinitas administratif semata.
Secara konseptual, pendidikan karakter melalui ekstrakurikuler sejalan dengan gagasan Thomas Lickona yang memandang karakter sebagai integrasi pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter tidak cukup dipahami, tetapi harus dirasakan dan diwujudkan dalam tindakan.
Penelitian Masnawati dan kolega (2023) menunjukkan bahwa pengalaman langsung yang dilakukan secara konsisten mampu membentuk kebiasaan positif, seperti disiplin, kepercayaan diri, dan kepemimpinan. Hal ini menegaskan bahwa pembelajaran karakter menuntut proses berulang dan kontekstual.
Ekstrakurikuler juga berfungsi sebagai bagian integral dari pengembangan kurikulum sekolah. Indrawati dan Hartati (2023) menyebut kegiatan ini sebagai wahana strategis pembentukan karakter dan pengembangan potensi siswa. Melalui interaksi sosial yang lebih luas, siswa belajar membangun relasi yang sehat, mengenali potensi diri, serta mengelola perbedaan.
Prestasi yang lahir dari kegiatan ekstrakurikuler tidak hanya meningkatkan kepercayaan diri siswa, tetapi juga memperkuat citra sekolah sebagai institusi yang mendukung pengembangan holistik.
Lebih jauh, kegiatan ekstrakurikuler berperan sebagai jembatan antara sekolah dan masyarakat. Melalui keterlibatan dalam kegiatan sosial, seni, dan kemanusiaan, siswa belajar menjadi bagian dari komunitas yang lebih luas. Sekolah pun tidak lagi dipandang sebagai ruang tertutup, melainkan sebagai pusat pembelajaran sosial dan kultural yang hidup.
Pembentukan karakter melalui ekstrakurikuler membutuhkan sinergi berbagai pihak. Karakter tidak semata-mata diwariskan, tetapi dibentuk melalui proses pendidikan yang konsisten dan berkelanjutan. Guru dan pembina memiliki peran kunci sebagai teladan nilai.
Keteladanan ini menentukan sejauh mana nilai-nilai yang diajarkan dapat diterima dan diinternalisasi oleh siswa. Kegiatan seperti Pramuka, PMR, dan seni budaya memberikan ruang bagi pembiasaan nilai melalui praktik langsung, mulai dari disiplin waktu hingga kerja sama tim.
Agar pelaksanaannya efektif, evaluasi menjadi keharusan. Evaluasi tidak hanya menilai capaian prestasi, tetapi juga mengamati perubahan perilaku siswa dalam keseharian. Azhar dan kolega (2025) menekankan pentingnya evaluasi yang melibatkan pengamatan aktivitas, interaksi pembina dan siswa, serta umpan balik dari orang tua. Kepala sekolah pun perlu terlibat aktif dalam pengambilan keputusan berbasis hasil evaluasi.
Pendidikan dasar yang berorientasi pada pembentukan karakter menuntut keseriusan dalam mengelola kegiatan ekstrakurikuler. Melalui perencanaan yang matang, pembinaan yang konsisten, dan evaluasi berkelanjutan, ekstrakurikuler dapat menjadi fondasi kuat bagi lahirnya generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter, berdaya saing, dan berintegritas.
Penulis : Anggie Maulana Firansya | Prodi Manajemen | Universitas Muhammadiyah Malang
Editor : Anisa Putri









