Bandung, Sorotnesia.com – Di salah satu sudut kampus UIN Bandung, seorang mahasiswi berkerudung tampak melangkah perlahan. Jalannya tenang, namun menyimpan arah yang pasti. Dari sorot matanya, ada tekad yang tak riuh, tetapi kuat.
Dialah Raisya Rabiah Adawiyah Mutiara Putri, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, si bungsu dari lima bersaudara yang memilih merantau jauh dari rumah demi menjemput pendidikan dan pengalaman hidup. Dari langkah sederhana itulah, perjalanan panjangnya bermula, hingga akhirnya mengantarkannya menyandang gelar Duta Keterbukaan Informasi Publik Favorit UIN Bandung.
Ketertarikan Raisya pada isu keterbukaan informasi lahir dari kegelisahan yang ia rasakan sehari-hari. Di lingkungan mahasiswa, ia melihat betapa mudahnya kabar simpang siur beredar, hoaks berseliweran, dan informasi kerap diterima tanpa saringan. Baginya, keterbukaan informasi bukan sekadar jargon institusi, melainkan fondasi penting untuk menciptakan ruang akademik yang jujur, transparan, dan bertanggung jawab.
Perjalanan itu datang tanpa banyak rencana. Sehari menjelang penutupan pendaftaran, seorang teman asal Malaysia bernama Hashani mengajaknya mengikuti ajang Duta Keterbukaan Informasi Publik. Waktu yang tersisa begitu singkat, namun ajakan itu justru menjadi pintu tak terduga yang membawa Raisya melangkah lebih jauh dari batas yang selama ini ia kenal.
Dengan waktu persiapan yang terbatas, Raisya memutuskan untuk menyelam sepenuhnya. Ia mempelajari peran dan fungsi PPID, memperkaya wawasan seputar keterbukaan informasi, serta mempersiapkan diri menghadapi tahapan seleksi yang panjang. Tes tertulis, wawancara, presentasi, hingga persaingan dengan peserta lain yang lebih berpengalaman menjadi bagian dari proses yang harus ia lewati.
Tak sedikit momen yang menguji ketenangan dan ketajaman berpikirnya. Pertanyaan-pertanyaan kritis kerap datang tanpa kompromi. Namun Raisya memilih bertahan. Ia belajar, merenung, lalu bangkit kembali.
Diskusi dengan mentor, teman seperjuangan, hingga para Duta KIP angkatan sebelumnya menjadi ruang pembentukan mental dan sikap yang lebih matang. Dari proses itu, ia belajar bahwa kepercayaan diri tidak lahir tiba-tiba, melainkan ditempa melalui keberanian menghadapi keraguan.
Puncak perjalanan itu tiba ketika namanya dipanggil. Bukan sekadar sebagai peserta, melainkan sebagai Duta Keterbukaan Informasi Publik Favorit. Ruang acara menjadi saksi haru yang sulit ia sembunyikan.
Mata yang berkaca-kaca, tangan yang bergetar, dan senyum tipis yang mengiringi langkahnya ke depan panggung. Raisya mengaku tak pernah memasang ekspektasi tinggi. Justru ketidaksangkaan itulah yang membuat momen tersebut terasa begitu bermakna.

Momen selendang duta menyentuh pundaknya. Foto: IG raisyarabiah_
Kini, gelar itu bukan hanya penghias nama. Bagi Raisya, ia adalah amanah. Kepercayaan dirinya tumbuh seiring tanggung jawab untuk mengedukasi mahasiswa mengenai hak atas akses informasi publik. Ia mulai merajut mimpi baru, menghadirkan ruang diskusi, seminar, dan percakapan terbuka agar kesadaran akan transparansi tumbuh lebih luas di lingkungan kampus.
Di balik pencapaian itu, Raisya menyimpan banyak nama dalam ingatan. Orang tua dan keluarga menjadi sumber kekuatan utama. Dukungan Ka Alam, Ka Cindy, para Duta KIP sebelumnya, serta bimbingan Pa Dian dan Ka Eryanti mengiringi langkahnya sejak awal proses hingga hari pengukuhan.

Raisya memegang satu prinsip sederhana, jangan takut gagal. Baginya, kegagalan bukan akhir, melainkan bagian dari pendewasaan. Selama berada di jalan yang benar, ia percaya setiap langkah akan bermuara pada hasil terbaik.
Seperti yang ia tuturkan, “Aku percaya keterbukaan informasi adalah salah satu pilar penting dalam mewujudkan pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab.”
Ia juga mengenang kebersamaan dalam program itu sebagai momen paling berkesan, seraya berpesan agar mahasiswa tak ragu keluar dari zona nyaman.
Raisya mungkin hanya seorang bungsu perantau. Namun keberanian, keyakinan, dan langkah kecil yang ia ambil telah menjadikannya inspirasi. Sebuah bukti bahwa satu keputusan sederhana mampu mengubah arah masa depan. Dan bagi Raisya, perjalanan itu tampaknya baru saja dimulai.
Penulis : Lusy Fitria Ramadhani | Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Editor : Intan Permata









