Dampak Kelelahan Mental terhadap Prestasi Siswa di Kalangan Ekonomi Menengah ke Bawah

- Redaksi

Rabu, 10 Desember 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Image by jcomp on Freepik

Image by jcomp on Freepik

Latar Belakang

kelelahan mental semakin banyak dialami oleh siswa, terutama siswa yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Temuan   menunjukkan   bahwa   tekanan ekonomi dapat menyebabkan kelelahan emosional, kecemasan, dan  penurunan  semangat  belajar  pada  remaja (Leonida dkk, 2025). Tekanan dari tugas sekolah, kondisi rumah yang kurang mendukung, serta tuntutan untuk ikut membantu keluarga membuat siswa lebih mudah merasa lelah secara emosional.

Ketika orang tua mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat  tinggal,  pendidikan  anak,  atau  layanan  kesehatan,  mereka  cenderung mengalami stres kronis yang berpotensi berkembang menjadi gangguan kecemasan, depresi, bahkan kelelahan emosional (Wulandari, 2025). Kondisi tersebut tidak hanya menghambat proses belajar sehari-hari, tetapi juga berpotensi menurunkan prestasi siswa di sekolah.

Fasilitas belajar yang kurang memadai, beban pikiran terkait ekonomi keluarga, serta tekanan lingkungan sosial dapat memperburuk kelelahan mental siswa. Akibatnya, siswa menjadi kurang mampu mengikuti ritme pembelajaran dan sulit mencapai hasil akademik yang optimal. Masalah kesehatan mental seperti stres, depresi, dan kecemasan mengganggu kemampuan siswa untuk berkonsentrasi dan belajar secara efektif, yang mengakibatkan nilai akademik yang lebih rendah dan penurunan keinginan siswa untuk belajar (Hudiafa dkk, 2024).

Memahami pengaruh kelelahan mental terhadap prestasi siswa di kelompok ekonomi menengah ke bawah menjadi penting untuk menemukan solusi yang tepat dan adil bagi semua siswa. Kesenjangan ekonomi turut memperluas jurang ketidaksetaraan dalam pengalaman belajar siswa. Siswa yang berasal dari keluarga ekonomi bawah sering kali harus membagi waktu antara belajar dan membantu pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan informal untuk menambah penghasilan keluarga.

Kondisi menyebabkan waktu istirahat berkurang, kualitas tidur menurun, dan fokus belajar terganggu, sehingga meningkatkan risiko kelelahan mental. Lingkungan tempat tinggal yang padat, bising, atau kurang kondusif juga membuat siswa semakin sulit berkonsentrasi saat mengerjakan tugas maupun belajar mandiri. Tekanan yang dialami siswa tidak hanya memengaruhi kondisi psikologis, tetapi juga menurunkan kemampuan kognitif seperti daya ingat, pemahaman materi, dan kemampuan memecahkan masalah.

Penyebab Kelelahan Mental terhadap Cara Belajar Siswa di Kalangan Ekonomi Menengah ke Bawah

Siswa dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah sering menghadapi tekanan tambahan di luar urusan sekolah. penelitian  telah  menunjukkan  bahwa  siswa  dari  latar  belakang  sosial  ekonomi  yang  lebih  tinggi cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber daya pendidikan, seperti fasilitas yang memadai, guru  yang  berkualitas,  dan  materi  pembelajaran yang  memadai (Anisha, 2024).

Sebagian harus membantu orang tua bekerja, menjaga adik, atau hidup di lingkungan rumah yang tidak kondusif untuk belajar. Siswa menjadi lebih rentan mengalami kelelahan mental karena energi emosionalnya habis oleh berbagai beban tersebut. Ketika tekanan berlangsung terus-menerus, siswa menjadi kesulitan mengatur waktu, kehilangan fokus, dan tidak memiliki ruang untuk beristirahat secara mental. Kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran di sekolah akan mengurang.

Kelelahan mental merupakan kondisi yang berhubungan dengan rendahnya penghargaan diri dan depersonalisasi  atau  menjauhkan  diri dari  lingkungan  sekitar. Kelelahan tidak mudah untuk diatasi, itu sebabnya menjadi pemicu utama kejenuhan  belajar (Tanjung & Namora, 2022). Keadaan menunjukan, individu tidak hanya merasa lelah secara pikiran, tetapi juga kehilangan motivasi dan kepercayaan pada kemampuan diri.

Ketika proses tersebut berlangsung terus-menerus, kemampuan otak untuk memproses informasi, berkonsentrasi, dan mengatur emosi menjadi terganggu. Siswa merasa tidak memiliki kapasitas mental untuk menerima atau mengerjakan tugas baru memicu kejenuhan belajar. Tanpa penanganan yang tepat, kelelahan mental dapat berkembang menjadi siklus yang merugikan, di mana kurangnya motivasi membuat siswa semakin tertinggal, lalu semakin menurunkan rasa percaya diri dan memperparah kelelahan.

Siswa sering kali menunjukkan penurunan partisipasi di kelas, menghindari tugas yang menantang, dan menjadi kurang responsif terhadap proses pembelajaran. Kelelahan mental yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan siswa menarik diri dari interaksi sosial, merasa terisolasi, dan mengalami kesulitan menjalin hubungan yang sehat dengan teman sebaya maupun guru.

Ketidakmampuan untuk mengelola tekanan secara efektif membuat siswa lebih rentan terhadap stres tambahan, yang pada akhirnya memperburuk performa akademik mereka. Jika tidak segera diatasi, pola dapat membentuk trauma belajar yang membuat siswa memandang sekolah sebagai sumber tekanan alih-alih sebagai tempat berkembang. Dampak jangka panjangnya bukan hanya pada penurunan prestasi, tetapi juga pada berkurangnya kesiapan mereka menghadapi tantangan pendidikan dan kehidupan di masa mendatang.

Siswa  mungkin  mengalami  kelelahan  mental  dan  stres akibat beban tugas yang berat, yang pada gilirannya memengaruhi kinerja akademik siswa. Prestasi akademik siswa mungkin menurun akibat stres, kekhawatiran, dan kurangnya keinginan untuk belajar yang disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Februati dkk, 2024).

Ketika kelelahan mental muncul, kemampuan konsentrasi, motivasi, dan pengelolaan waktu siswa menjadi terganggu sehingga prestasi akademik menurun. Siswa sering kali kehilangan minat belajar karena merasa tertekan dan tidak mampu memenuhi tuntutan sekolah, sehingga muncul siklus negatif semakin tertekan, semakin sulit memahami pelajaran, dan semakin rendah pula hasil belajar siswa.

Kondisi menunjukkan bahwa kelelahan mental bukan hanya masalah psikologis individu, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sosial-ekonomi yang memperberat hambatan siswa dalam mencapai prestasi optimal. Tekanan internal yang dialami siswa, faktor lingkungan eksternal juga turut memperburuk kondisi kelelahan mental yang mereka hadapi.

Lingkungan belajar yang tidak mendukung, seperti rumah yang padat, kurangnya ruang pribadi, serta minimnya fasilitas pendidikan, semakin membatasi kemampuan siswa untuk fokus dan mengembangkan pola belajar yang efektif. Siswa tidak memiliki tempat yang tenang untuk mengerjakan tugas atau belajar mandiri sehingga mereka mudah terdistraksi dan semakin sulit mempertahankan motivasi belajar.

Baca Juga :  Peran Penting Orang Tua dalam Pendidikan Anak

Ketidak stabilan ekonomi keluarga juga dapat menciptakan suasana emosional yang tidak aman, seperti konflik orang tua, kekhawatiran terhadap kebutuhan sehari-hari, atau beban finansial yang terus meningkat. Situasi tersebut berdampak langsung pada kondisi emosional siswa sehingga membuat mereka lebih mudah mengalami stres dan kelelahan mental.

Dampak Jangka Panjang terhadap Prestasi dan Belajar Siswa di Kalangan Ekonomi Menengah ke Bawah

Kondisi ekonomi keluarga menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi pola pikir dan rasa percaya diri siswa dalam merencanakan masa depan siswa. Apabila diperhatikan, orang tua yang memiliki kondisi ekonomi yang lebih atau tinggi maka semakin tinggi pula kesempatan orang tua untuk menyekolahkan anak sampai jenjang perguruan tinggi sehingga anak tidak akan merasa cemas untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi (Rahmawati, 2015).

Situasi menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi tidak hanya menyediakan akses pendidikan yang lebih luas, tetapi juga memberikan rasa aman psikologis bagi siswa, karena siswa tidak terbebani oleh kekhawatiran mengenai biaya atau keberlanjutan studi.

Harta-harta beserta aset-aset yang dimiliki ini dapat membantu siswa untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan, sementara siswa yang berada dalam kategori status sosial ekonomi rendah pada umumnya memiliki ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan siswa setiap hari (Kasingku & Mantou, 2022).

Ketimpangan menciptakan dampak jangka panjang terhadap prestasi dan proses belajar siswa di kalangan ekonomi menengah ke bawah, karena keterbatasan ekonomi sering kali membuat siswa sulit memperoleh fasilitas belajar yang memadai, dukungan emosional yang stabil, serta lingkungan belajar yang kondusif.

Kondisi tersebut dapat memperbesar tekanan psikologis, menghambat fokus, dan menurunkan motivasi belajar sehingga prestasi akademik siswa berpotensi terus tertinggal dibandingkan siswa dari keluarga yang lebih mampu. Ketidaksetaraan akses tidak hanya memengaruhi kemampuan akademik siswa, tetapi juga membentuk pola pikir yang pesimistis terhadap masa depan.

Siswa dari keluarga ekonomi rendah cenderung merasa bahwa usaha mereka tidak akan membawa perubahan signifikan, sehingga motivasi intrinsik untuk belajar pun melemah. Ketika mereka terus-menerus berjuang tanpa dukungan yang memadai, rasa putus asa dapat muncul dan berpengaruh pada keputusan pendidikan selanjutnya, seperti keengganan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Kesenjangan fasilitas dan dukungan emosional juga berdampak pada perkembangan keterampilan belajar jangka panjang, seperti kemampuan mengatur waktu, mengelola stres, dan berpikir kritis. Siswa tidak hanya tertinggal dalam prestasi akademik, tetapi juga dalam kesiapan menghadapi tantangan yang lebih kompleks di masa depan. Ketimpangan ekonomi memiliki pengaruh mendalam terhadap kualitas pendidikan dan peluang keberhasilan siswa secara keseluruhan.

Siswa yang berasal dari keluarga ekonomi rendah sering menghadapi tekanan psikologis yang lebih besar akibat tuntutan akademik dan kondisi keluarga yang serba terbatas. Beban pikiran untuk tetap berprestasi di tengah keterbatasan membuat mereka mudah mengalami stres, kecemasan, serta rasa tidak percaya diri. Di saat teman-teman sebaya dapat belajar dengan fasilitas yang memadai, mereka harus berusaha lebih keras untuk mengejar ketertinggalan.

Perasaan takut gagal dan khawatir membebani orang tua kerap menumpuk menjadi kelelahan mental yang menghambat konsentrasi maupun motivasi belajar. Di sisi lain, keterbatasan ekonomi membuat sebagian siswa tidak memiliki perangkat belajar seperti laptop atau ponsel pintar, sementara biaya internet juga menjadi beban tambahan bagi keluarga berpenghasilan rendah (Rosada & Khasanah, 2025).

Dampak jangka panjang tidak hanya terlihat pada prestasi akademik, tetapi juga pada perkembangan karakter, kebiasaan belajar, dan kesiapan siswa dalam menghadapi masa depan. Siswa yang terus mengalami kelelahan mental sejak usia sekolah berpotensi mengalami penurunan daya tahan psikologis, sehingga mereka lebih mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan akademik maupun tantangan di luar sekolah.

Kelelahan mental yang berlangsung lama dapat memengaruhi kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan mengambil keputusan, yang semuanya merupakan aspek penting dalam proses pembelajaran. Akibatnya, siswa mungkin kesulitan memahami materi yang lebih kompleks, kurang percaya diri mengikuti diskusi kelas, dan tidak mampu mengembangkan keterampilan belajar yang efektif.

Upaya Penekanan Ekonomi Meningkatkan Risiko Kelelahan Mental

Tekanan terkait penampilan fisik dan stigma yang ditimbulkan oleh guru ataupun lingkungan sekitar turut memperburuk kondisi. Sebagai dampaknya, upaya untuk mewujudkan  aktualisası  diri seperti  meraih  keberhasilan  dalam  bidang  akademik  dan mengoptimalkan  potensi  individu  menjadi sangat  menantang. 

Hal  ini  menunjukkan  bahwa tekanan   ekonomi   tidak   hanya  berdampak   pada   aspek  fisik,  tetapi   juga   menghalangi perkembangan psikologis serta potensi remaja secara keseluruhan (Leonida, 2025). Upaya penekanan ekonomi justru meningkatkan risiko kelelahan mental, karena remaja harus menghadapi beban ganda, tekanan sosial dan penilaian lingkungan, serta keterbatasan ekonomi yang membatasi ruang gerak siswa dalam belajar dan berkembang. Dengan demikian, tekanan ekonomi berperan besar dalam memicu kelelahan mental yang pada akhirnya menghambat pencapaian akademik perkembangan diri secara optimal.

Sekolah dapat mengadakan lokakarya dan sesi informasi bagi orang   tua untuk membekali mereka dengan pengetahuan yang diperlukan guna mendukung kesehatan  mental  dan  kesejahteraan  anak mereka (Agustin & Hidayah, 2024). Upaya menjaga kesehatan mental siswa tidak hanya bergantung pada peran sekolah, tetapi juga memerlukan keterlibatan aktif dari orang tua sebagai lingkungan terdekat anak.

Sekolah dapat mengadakan lokakarya dan sesi informasi bagi orang tua untuk membekali mereka dengan pengetahuan yang diperlukan guna mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan anak-anak mereka. Melalui kegiatan ini, orang tua dapat memahami tanda-tanda awal kelelahan mental, cara memberikan dukungan emosional yang efektif, serta strategi menciptakan suasana rumah yang stabil dan nyaman.

Kolaborasi antara sekolah dan orang tua ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih sehat, sehingga siswa dapat berkembang secara optimal tanpa terbebani tekanan mental yang berlebihan. Peran guru dan tenaga pendidik juga sangat penting dalam mendeteksi serta menangani tanda-tanda kelelahan mental pada siswa sejak dini. Guru dapat diberikan pelatihan khusus mengenai pendekatan pedagogis yang sensitif terhadap kondisi psikologis siswa, sehingga mereka mampu memberikan bimbingan yang lebih personal dan empatik.

Baca Juga :  Peran Teknologi Dalam Kehidupan Modern di Tahun 2024

Pendekatan tidak hanya membantu siswa merasa lebih dipahami, tetapi juga menciptakan lingkungan kelas yang aman secara emosional bagi mereka yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Dukungan dari sekolah, orang tua, dan guru secara berkelanjutan, siswa dapat memperoleh ruang pemulihan mental yang dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi belajar dan meningkatkan prestasi akademik.

Kolaborasi yang terintegrasi dari berbagai pihak menjadi fondasi penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan mampu meminimalisir dampak negatif kelelahan mental terhadap perkembangan siswa.

Salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan khususnya pada kelompok miskin adalah tingginya biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung (Nasution, 2023). Bantuan biaya pendidikan seperti beasiswa, subsidi perlengkapan belajar, atau program sekolah gratis dapat mengurangi tekanan ekonomi keluarga sehingga siswa tidak terbebani tuntutan eksternal yang menguras energi mental mereka.

Sekolah perlu menciptakan budaya yang tidak diskriminatif terhadap kondisi ekonomi, misalnya dengan menghindari aktivitas yang menuntut biaya tinggi dan memastikan seluruh siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi. Dukungan konseling juga penting untuk membantu siswa mengelola stres akademik dan masalah pribadi yang muncul akibat tekanan ekonomi. Dengan pendekatan menyeluruh tersebut, risiko kelelahan mental pada siswa dari keluarga kurang mampu dapat diminimalkan sehingga siswa tetap dapat berkembang secara optimal.

Kesimpulan

Kelelahan mental pada siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah merupakan permasalahan multidimensional yang berakar pada tekanan ekonomi, tuntutan akademik, dan kondisi lingkungan yang tidak stabil. Keterbatasan finansial membuat siswa harus berjuang lebih keras untuk memenuhi kebutuhan belajar, sekaligus menghadapi stres yang muncul dari kondisi keluarga yang serba terbatas. Tekanan tersebut tidak hanya berdampak pada kesehatan emosional, tetapi juga menghambat fungsi kognitif seperti konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengelola waktu.

Ketimpangan akses terhadap fasilitas belajar, dukungan emosional, serta rasa aman psikologis menjadikan siswa dari keluarga kurang mampu semakin rentan mengalami kelelahan mental yang berkepanjangan.

Ketika kondisi tidak ditangani, siswa berisiko mengalami penurunan motivasi, hilangnya kepercayaan diri, meningkatnya kecemasan, dan ketertinggalan dalam pencapaian akademik. Disparitas ekonomi dapat memperkuat ketidaksetaraan pendidikan karena siswa dari latar belakang ekonomi rendah tidak memiliki kesempatan belajar yang setara dengan mereka yang berasal dari keluarga lebih mampu.

Kolaborasi aktif antara sekolah diperlukan untuk mengatasi masalah antara sekolah, guru, orang tua, dan lingkungan sosial sebagai satu ekosistem pendidikan yang saling mendukung. Sekolah perlu menyediakan layanan konseling, program deteksi dini kelelahan mental, serta menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan mendorong keterbukaan emosional.

Guru juga berperan penting dalam membangun komunikasi empatik, memberikan pola pengajaran yang fleksibel, serta memastikan tugas akademik tidak menjadi beban berlebihan bagi siswa. Orang tua harus dibekali melalui pelatihan dan lokakarya agar mampu memahami tanda-tanda kelelahan mental, memberikan dukungan emosional, dan menciptakan suasana rumah yang stabil.

Pemerintah maupun lembaga sosial juga perlu memperkuat bantuan ekonomi seperti beasiswa, subsidi pendidikan, dan fasilitas belajar gratis untuk mengurangi beban keluarga. Pendekatan siswa dari kalangan ekonomi menengah ke bawah dapat memperoleh kesempatan belajar yang adil, terlindungi dari risiko kelelahan mental, dan mampu mencapai potensi akademik secara optimal.


DAFTAR PUSTAKA

  • Anisha, D. (2024).  Memahami dampak faktor sosial ekonomi terhadap pemerataan pendidikan dan keberhasilan siswa. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Kesehatan, 1(2).https://doi.org/10.70437/jedu.v1i2.5
  • Leonida, S., Anjani, S., & Sugara, H. (2025). Kesehatan Mental dalam konteks tekanan ekonomi: Pendekatan studi kasus. TheraEdu: Journal of Therapy and Educational Psychology, 1(1), 38–47.https://doi.org/10.63203/021817700
  • Wulandari, F. Y. (2025). Tekanan ekonomi dan dampaknya terhadap kesehatan mental anggota keluarga. Jurnal Multidisiplin Ilmu Akademik (JMIA). https://ejurnal.kampusakademik.co.id/index.php/jmia/article/view/5100/4445
  • Tanjung, W. U., & Namora, D. (2022).Kreativitas guru dalam mengelola kelas untuk mengatasi kejenuhan belajar siswa di Madrasah Aliyah Negeri. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 7(1), 199–217.https://doi.org/10.25299/al-thariqah.2022.vol7(1).9796  
  • Februati, B. M. N., Gusliana, E., Prayitno, H., Ridhwan, M., & Ibrahim, M. M.(2024). Analisis pengaruh beban tugas akademik dan digital   fatigue terhadap prestasi akademik siswa. Edu Cendikia: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 4(3), 1846–1852.https://doi.org/10.47709/educendikia.v4i03.5632
  • Rahmawati, Y. (2015).Pengaruh kondisi ekonomi orang tua, lingkungan sekolah, dan prestasi belajar terhadap minat melanjutkan pendidikan tinggi. Jurnal Pendidikan Akuntansi (JPAK), 3(2).https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jpak/article/view/13183
  • Kasingku, J. D., & Mantow, A. (2022). Hubungan antara status sosial ekonomi dengan pembentukan karakter siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Unklab. AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 8(3), 1989–2002.https://doi.org/10.37905/aksara.8.3.1989-2002.2022 
  • Agustin, M., & Hidayah, U. (2024). Optimalisasi Pendidikan Islam dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mental serta Mengurangi Burnout di Kalangan Pelajar. Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam dan Pendidikan, 16(1), 198. https://doi.org/10.47435/al-qalam.v16i1.3282 
  • Nasution, R. N. (2023). Pengaruh dana Bantuan Operasional Sekolah terhadap peningkatan motivasi siswa miskin pada MTsN Kubang Putih di Kabupaten Agam. Panorama: Jurnal Pariwisata, Sosial dan Budaya, 1(1), 34–44. https://journal.akparparamitha-bkt.ac.id/index.php/panorama/article/view/8
  • Rosada, S., & Khasanah, N. (2025). Pendidikan untuk mewujudkan keadilan sosial dalam peluang belajar siswa di tengah kesenjangan ekonomi. Al Ikhlas Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(2). https://doi.org/10.64677/ppai.v2i2.208
  • Hudiafa, E., Purwaningsih, N., Azka, K., & Roziq, A. H. (2024). Dampak mental health bagi pelajar. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Non Formal (hal. 112–116). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/psnpnf/article/download/26600/12907

Penulis : Maharani Florensha Ariela / S1 Ekonomi Pembangunan / Fakultas Ekonomi dan Bisnis / Universitas Muhammadiyah Malang

Editor : Fadli Akbar

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Pengaruh Ketidakefektifan Layanan BK terhadap Kasus Bullying di Lingkungan Sekolah
Dampak Program Pendidikan 12 Tahun terhadap Perkembangan Ekonomi Masyarakat di Sukabumi
Pigmen Karotenoid pada Tomat: Pewarna Alami yang Kaya Antioksidan
Dari Abu-Abu ke Oranye: Misteri Perubahan Warna Udang
Peran Psikologi Pendidikan dalam Mengoptimalkan Perkembangan Kognitif Anak Sekolah Dasar
Pendidikan Beretika Pancasila Sebagai Pilar Peradaban Dunia
Rahasia Kunyit: Si Kuning Cerah yang Bikin Makanan Makin Menggoda dan Sehat!
Mengapa Makanan Berwarna Lebih Menarik Dibanding yang Hanya Satu Warna

Berita Terkait

Rabu, 10 Desember 2025 - 23:28 WIB

Dampak Kelelahan Mental terhadap Prestasi Siswa di Kalangan Ekonomi Menengah ke Bawah

Rabu, 10 Desember 2025 - 23:00 WIB

Dampak Program Pendidikan 12 Tahun terhadap Perkembangan Ekonomi Masyarakat di Sukabumi

Selasa, 9 Desember 2025 - 15:40 WIB

Pigmen Karotenoid pada Tomat: Pewarna Alami yang Kaya Antioksidan

Selasa, 9 Desember 2025 - 13:33 WIB

Dari Abu-Abu ke Oranye: Misteri Perubahan Warna Udang

Kamis, 13 November 2025 - 23:20 WIB

Peran Psikologi Pendidikan dalam Mengoptimalkan Perkembangan Kognitif Anak Sekolah Dasar

Berita Terbaru