Globalisasi bergerak seiring dengan percepatan teknologi informasi dan komunikasi yang kian menembus batas ruang dan waktu. Salah satu wujud paling nyata dari perkembangan tersebut adalah handphone, perangkat yang kini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga menjadi medium utama dalam mengakses informasi, menjalankan aktivitas pendidikan, hingga menopang pekerjaan profesional. Dalam konteks ini, handphone telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern, khususnya generasi muda dan kalangan mahasiswa.
Di ranah akademik, handphone membuka peluang besar bagi penguatan proses belajar. Akses terhadap jurnal ilmiah, buku digital, dan platform pembelajaran daring dapat dilakukan secara cepat dan efisien.
Komunikasi antara mahasiswa dan dosen juga menjadi lebih intens melalui berbagai aplikasi pesan dan forum virtual. Transformasi ini menunjukkan bahwa handphone, jika dimanfaatkan secara tepat, berperan sebagai instrumen pendukung penting dalam peningkatan kualitas pendidikan di era global.
Namun, kemudahan tersebut menyimpan risiko apabila tidak diiringi pengelolaan yang matang. Penggunaan handphone yang berlebihan kerap menggerus konsentrasi belajar dan mengalihkan perhatian dari proses akademik yang menuntut fokus dan kedalaman berpikir.
Interaksi sosial secara langsung juga berpotensi tereduksi, digantikan oleh relasi virtual yang sering kali dangkal. Lebih jauh, paparan konten yang tidak relevan, bahkan merugikan, dapat menghambat pembentukan karakter dan kedewasaan intelektual mahasiswa.
Persoalan ini menegaskan bahwa tantangan utama bukan terletak pada keberadaan teknologi, melainkan pada cara manusia menggunakannya. Kesadaran individu menjadi fondasi penting dalam mengatur intensitas dan tujuan penggunaan handphone.
Mahasiswa perlu menempatkan teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pusat perhatian yang mendominasi waktu dan pikiran. Disiplin dalam mengatur waktu, kemampuan memilah informasi, serta komitmen pada prioritas akademik merupakan prasyarat agar teknologi benar-benar memberi nilai tambah.
Di sisi lain, institusi pendidikan tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya. Kampus perlu berperan aktif dalam membangun literasi digital, termasuk etika bermedia, kemampuan berpikir kritis, dan kesadaran akan dampak sosial teknologi. Pendidikan tidak cukup hanya berorientasi pada penguasaan perangkat, tetapi juga pada pembentukan sikap dan kebijaksanaan dalam menggunakannya.
Penggunaan handphone yang bijak merupakan cerminan kedewasaan dalam menyikapi globalisasi. Dengan sikap kritis dan bertanggung jawab, mahasiswa dapat menjadikan teknologi sebagai sarana pengembangan diri dan penguatan kapasitas intelektual, bukan sebagai penghalang bagi kualitas kehidupan akademik dan sosial.
Penulis : Wahyu Nuhgroho | Prodi Kewirausahaan | Institut Teknologi Muhammadiyah Sumatra
Editor : Fadli Akbar









