Bandung, Sorotnesia.com – Menjelang sore, kawasan Bundaran Cibiru perlahan berubah wajah. Deru kendaraan yang saling bersahutan berpadu dengan aroma adonan tepung beras yang dipanggang di atas tungku tanah liat.
Asap tipis mengepul, membawa wangi khas surabi yang menguar dan mengundang langkah orang-orang untuk mendekat. Di sudut keramaian Bandung Timur itu, Surabi Bunderan Cibiru hadir sebagai penanda rasa sekaligus penjaga ingatan kuliner yang bertahan sejak awal 2000-an.
Lapak sederhana ini bukan sekadar tempat berjualan. Ia menyimpan kisah tentang ketekunan dan kesetiaan pada resep warisan. Eti (50), generasi kedua pengelola Surabi Bunderan Cibiru, melanjutkan usaha yang dirintis mendiang ibunya lebih dari dua dekade lalu. Resep yang digunakan hingga kini tidak banyak berubah, tetap mengandalkan takaran dan cara olah yang sama seperti pertama kali surabi ini dijajakan di kawasan tersebut.
“Dulu ibu saya hanya membuka warung kecil-kecilan. Alhamdulillah, seiring waktu, warung yang awalnya hanya muat dua sampai tiga orang kini sudah lebih luas. Meski sekarang saya yang melanjutkan, pelanggan tetap masih berdatangan. Bahkan, banyak pelanggan lama yang datang kembali sambil membawa anak dan cucunya,” ujar Eti saat ditemui Selasa, 3 Desember 2025.
Di antara berbagai pilihan, surabi oncom menjadi menu yang paling banyak dicari. Surabi gurih dengan tumisan oncom pedas khas Sunda itu seolah menjadi identitas utama lapak ini. Untuk pencinta rasa manis, surabi dengan topping cokelat juga tak kalah digemari, terutama oleh pembeli muda.
Mengikuti perubahan selera zaman, Surabi Bunderan Cibiru pun beradaptasi. Sejumlah varian modern seperti surabi telur, makaroni, seblak makaroni, hingga makaroni pedas kini turut meramaikan daftar menu. Namun, satu hal tetap dijaga. Semua surabi masih dimasak dengan cara tradisional, dibakar perlahan di atas tungku arang.
“Anak-anak muda sekarang banyak yang suka surabi cokelat. Tapi mereka tetap bilang, yang paling enak itu surabi original karena rasanya bikin nostalgia,” kata Intan (19), pengunjung asal Sukabumi yang sengaja singgah saat melintas di Bandung.
Daya tarik lain dari surabi legendaris ini terletak pada harganya yang bersahabat. Sepotong surabi dibanderol mulai dari Rp2.000 hingga Rp7.000, tergantung varian dan topping. Harga yang ramah kantong membuatnya tetap diminati berbagai kalangan, dari pelajar hingga wisatawan luar kota.
Surabi Bunderan Cibiru membuktikan bahwa kesederhanaan, ketulusan menjaga resep, dan konsistensi rasa mampu membuat kuliner tradisional bertahan di tengah gempuran makanan kekinian. Singgah ke sini bukan sekadar soal mengenyangkan perut, melainkan menikmati sepotong kisah tentang kehangatan, kenangan, dan rasa yang terus hidup dari waktu ke waktu.
Penulis : Sinthia Rahmawati | Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Editor : Anisa Putri









