Bandung, Sorotnesia.com – Di sebuah sudut kota Bandung yang tidak terlalu jauh dari denyut pusat kota, aroma kopi menyeruak pelan, menyambut siapa pun yang melangkah masuk ke Pabrik Kopi Dartoyo.
Sepintas tempat ini tampak seperti kedai kopi pada umumnya. Namun begitu pintu terbuka, kesan itu segera luruh. Di balik cangkir-cangkir kopi yang tersaji, Pabrik Kopi Dartoyo menyimpan cerita lain tentang proses, suasana, dan kedekatan yang hangat.
Kidut, karyawan yang sudah bekerja sejak hari pertama pembukaan, menyambut pengunjung dengan senyum ramah. Lelaki asal Cimahi itu menjadi saksi awal berdirinya tempat ini.
“Saya kerja di sini dari awal opening, sekarang kira-kira sudah sembilan bulan,” ujarnya, sambil sesekali melirik aktivitas di balik bar.
Menurut Kidut, nama Pabrik Kopi Dartoyo bukan sekadar hiasan. Tempat ini sejak awal dirancang sebagai ruang produksi biji kopi. Deretan mesin roasting berdiri kokoh di satu sisi ruangan, seolah menjadi pusat denyut kehidupan tempat ini.
Proses sangrai dilakukan secara langsung setiap hari kerja, dari pagi hingga sore. Aktivitas itu tidak ditutup-tutupi, justru diperlihatkan kepada pengunjung sebagai bagian dari pengalaman.
Meski berfokus pada produksi, pengunjung tetap bisa menikmati kopi hasil olahan langsung dari dapur sangrai. Harga yang ditawarkan pun tergolong bersahabat.
Espresso dibanderol mulai belasan ribu rupiah, sementara kopi hitam dan kopi susu berada di kisaran harga yang mudah dijangkau.
“Yang paling banyak dicari biasanya kopi susu Dartoyo,” kata Kidut.

Salmali Jagnisya, barista lain yang baru bekerja sejak Desember, menyebut bahwa ada hal lain yang membuat Pabrik Kopi Dartoyo berbeda.
“Di sini tuh ada roaster sendiri, jadi kopi langsung diambil dari sini. Dan makanannya fokus ke roti. Banyak yang nanya ada nasi nggak, tapi memang konsepnya coffee & bread,” kata Salma.
Untuk harga pastry pun cukup terjangkau, mulai dari Rp15.000 hingga Rp25.000. “Yang paling favorit di pastry sih sodok nambir,” imbuhnya.
Keunikan Pabrik Kopi Dartoyo ternyata juga terasa kuat bagi para pengunjung. Andri, mahasiswa Telkom asal Baleendah, mengaku sudah lima kali datang karena menyukai suasananya.
“Konsepnya Jawa banget. Atap gentengnya, nuansa kayunya, bikin kebayang suasana rumah keluarga saya di Jawa,” katanya.
Selain suasana, ia juga menyoroti aspek harga yang dianggap sangat bersahabat bagi mahasiswa. “Menurut saya ini paling murah untuk ukuran tengah kota. Lokasinya strategis, tapi harganya tetap ramah,” tambahnya.

Meski baru berdiri kurang dari setahun dan belum memiliki cabang, Pabrik Kopi Dartoyo perlahan menemukan tempatnya di hati warga Bandung. Di tengah persaingan industri kopi yang kian padat, tempat ini hadir tidak sekadar menjual minuman, tetapi membuka proses, menghadirkan cerita, dan menciptakan ruang yang terasa akrab. Sebuah pabrik kecil yang menawarkan pengalaman, sekaligus rasa pulang.
Penulis : Aprilia Setiani | Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik
Editor : Fadli Akbar









