Latar Belakang
Sekolah bukan sekadar tempat belajar, tetapi ruang penting bagi setiap individu untuk tumbuh dan berkembang secara utuh baik secara kognitif, sosial, emosional, maupun karakter. Di sekolah, peserta didik belajar memahami diri sendiri, orang lain, dan nilai-nilai moral yang akan mereka bawa hingga dewasa. Rahayu (2023) menegaskan bahwa sekolah memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, serta mendukung perkembangan karakter positif peserta didik.
Sayangnya, tujuan ideal tersebut kerap terganggu oleh satu persoalan klasik namun serius: bullying atau perundungan. Chaidar (2024) menjelaskan bahwa bullying merupakan tindakan kekerasan, baik secara fisik maupun psikologis, yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang merasa lebih kuat terhadap pihak yang dianggap lebih lemah. Praktik ini jelas menjadi hambatan besar bagi terciptanya iklim sekolah yang sehat dan aman.
Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024 tercatat 573 kasus perundungan di lingkungan pendidikan, dengan 31% di antaranya terjadi di sekolah. Angka ini melonjak hingga 101% dibandingkan tahun sebelumnya.
Fakta ini memperlihatkan bahwa perundungan bukan lagi kasus insidental, melainkan masalah sistemik yang perlu ditangani secara serius. Dampaknya pun tidak main-main. Korban bullying cenderung mengalami penurunan prestasi akademik, kesulitan menjalin relasi sosial, hingga gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi (Misykah, 2023).
Dalam kondisi ideal, guru bimbingan dan konseling (BK) seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencegah dan menangani kasus bullying. Namun, tingginya angka perundungan menunjukkan bahwa peran ini belum berjalan optimal.
Ada jarak yang cukup lebar antara konsep layanan BK yang ideal dan penerapannya di lapangan. Kesenjangan inilah yang mengindikasikan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas layanan BK dalam menangani bullying di sekolah.
Pemahaman tentang Bullying di Sekolah
Bullying tidak selalu berbentuk kekerasan fisik yang terlihat jelas. Diannita (2023) menjelaskan bahwa perundungan bisa muncul dalam bentuk fisik, verbal, hingga tekanan psikologis yang dilakukan secara berulang oleh pihak yang merasa lebih unggul. Bullying fisik mencakup tindakan seperti memukul, menendang, atau merusak barang milik korban.
Bullying verbal biasanya berupa ejekan, hinaan, atau kata-kata kasar yang merendahkan. Sementara itu, cyberbullying terjadi melalui media sosial, misalnya lewat komentar menghina, ancaman, atau penyebaran konten yang menyakiti korban.
Intinya, sebuah konflik dapat disebut bullying ketika terdapat ketimpangan kekuatan baik secara fisik maupun mental antara pelaku dan korban. Faktor pemicunya pun beragam. Lingkungan sekolah yang kurang pengawasan, aturan yang tidak tegas, serta iklim sekolah yang tidak kondusif berkontribusi besar terhadap munculnya perundungan. Musa dkk. (2024) menemukan bahwa kondisi lingkungan sekolah menyumbang sekitar 33% terhadap munculnya perilaku bullying.
Selain faktor lingkungan, kondisi sosio-psikologis siswa juga memegang peran penting. Kurangnya empati, lemahnya kemampuan mengelola emosi, serta minimnya dukungan sosial dapat mendorong seseorang menjadi pelaku perundungan (Rahmawati dkk., 2025).
Dampaknya pun meluas. Korban dapat mengalami trauma berkepanjangan, menarik diri dari lingkungan sosial, bahkan mengalami gangguan mental serius. Di sisi lain, pelaku bullying juga berisiko memiliki empati rendah dan masalah emosional yang berlanjut hingga dewasa (Lusiana, 2022).
Dampak Layanan BK terhadap Penanganan Bullying
Layanan bimbingan dan konseling memiliki peran strategis dalam membantu peserta didik menghadapi masalah akademik, sosial, hingga perilaku menyimpang seperti bullying. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 111 Tahun 2014, layanan BK merupakan upaya terstruktur dan berkelanjutan untuk membantu peserta didik mencapai kemandirian dalam kehidupannya.
Agar efektif, layanan BK perlu dijalankan dengan menjunjung tinggi prinsip etika seperti kerahasiaan, keterbukaan, dan kesukarelaan. Ketika peserta didik merasa aman dan dihargai, mereka akan lebih berani terbuka dan mencari bantuan. Dalam konteks pencegahan bullying, fungsi BK seharusnya tidak hanya bersifat kuratif, tetapi juga preventif dan pengembangan (Abdi, 2023).
Namun, jika layanan BK dijalankan tanpa konsistensi dan melanggar prinsip etika, dampaknya justru bisa kontraproduktif. Peserta didik dapat kehilangan kepercayaan, enggan berkonsultasi, bahkan merasa terstigma. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman bersama tentang peran BK, baik oleh guru, siswa, maupun pihak sekolah secara keseluruhan (Fitriani, 2022).
Efektivitas Mediasi Teman Sebaya dalam Kasus Bullying
Salah satu pendekatan yang dinilai cukup efektif dalam menangani konflik ringan hingga sedang adalah mediasi teman sebaya (peer mediation). Pendekatan ini melibatkan siswa terlatih untuk membantu menyelesaikan konflik antar teman secara adil dan damai. Dončevová (2022) menyebutkan bahwa peer mediation mampu memberdayakan siswa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, sekaligus menumbuhkan empati dan tanggung jawab sosial.
Mediasi sebaya cocok diterapkan pada kasus bullying tahap awal, di mana pelaku masih dapat diajak berdialog dan memahami dampak perbuatannya. Bagi korban, pendekatan ini dapat memperkuat ketahanan diri dan rasa percaya diri. Meski demikian, teknik ini memiliki batasan. Kasus berat dengan ketimpangan kekuatan ekstrem atau risiko keselamatan tetap memerlukan intervensi langsung dari guru BK atau tenaga profesional.
Keberhasilan mediasi sebaya sangat bergantung pada pendampingan guru BK, mulai dari proses seleksi siswa, pelatihan, hingga evaluasi lanjutan (Salmiati, 2024). Jika dikelola dengan baik, pendekatan ini mampu membangun budaya saling menghargai dan memutus rantai dukungan negatif terhadap perilaku bullying.
Kesimpulan
Bullying merupakan persoalan serius di lingkungan sekolah yang dipicu oleh berbagai faktor dan berdampak luas, baik bagi korban maupun pelaku. Perundungan tidak hanya melukai fisik, tetapi juga meninggalkan luka psikologis yang berkepanjangan. Oleh karena itu, penanganan bullying membutuhkan pendekatan yang komprehensif.
Layanan bimbingan dan konseling, didukung oleh teknik mediasi teman sebaya, dapat menjadi strategi preventif dan solutif jika dijalankan secara konsisten dan profesional. Dengan kolaborasi antara sekolah, guru BK, siswa, dan seluruh warga sekolah, lingkungan pendidikan yang aman, damai, dan bebas dari perundungan bukanlah sekadar harapan, melainkan tujuan yang realistis untuk diwujudkan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
- Abdi, A. H. N. (2023). Fungsi Bimbingan Konseling Bagi Peserta Didik di Sekolah. Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 1 (2), 1–6. https://ejournal.edutechjaya.com/index.php/jitk/article/view/184
- Aisyah, & Fitriani. (2024). Prinsip Penting dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Behavior: Jurnal Pendidikan Bimbingan Konseling Dan Psikologi, 1 (2), 63–72.
- Chaidar, M. & Latifah, R. A. (2024). Faktor–Faktor Psikologis Penyebab Perilaku Bullying. Blantika: Multidisciplinary Journal, 2(6), 657-666. https://doi.org/10.57096/blantika.v2i6.166
- Diannita, A., Salsabela, F., Wijiati, L., & Putri, A. M. S. (2023). Pengaruh Bullying terhadap Pelajar pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama. Journal of Education Research, 4(1), 297–301. https://doi.org/10.37985/jer.v4i1.117
- Dončevová, S. (2022). Peer Mediation and Bullying at School. Wychowanie w Rodzinie, 26 (1), 135–152. https://doi.org/10.34616/wwr.2022.1.135.152
- Fitri, N. H., Harahap, F. S., & Lesmana, G. (2024). Peran Bimbingan Konseling dalam Menangani Bullying di Sekolah. Guiding World: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 7(2). https://doi.org/10.33627/gw.v7i2.2097
- Fitriani, E., Neviyarni, N., Mudjiran, M., & Nirwana, H. (2022). Problematika layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Naradidik: Journal of Education and Pedagogy, 1(3), 174-180.
- Lusiana, S. N. E. L., & Siful Arifin. (2022). Dampak Bullying terhadap Kepribadian dan Pendidikan Seorang Anak. Kariman: Jurnal Pendidikan Keislaman, 10(2), 337–350. https://doi.org/10.52185/kariman.v10i2.252
- Misykah, Z., at al. (2023). Identifikasi Anak dengan Gangguan Psikologis Akibat Bullying pada Siswa Sekolah Dasar: Strategi Dampak dan Intervensi. Bima Journal of Elementary Education, 1(1), 9–14. https://doi.org/10.37630/bijee.v1i1.881
- Musa, H., Taneo, D., & Dalle, J. M. L. (2024). Analisis Faktor Penyebab dan Dampak Terjadinya Bullying pada Siswa Kelas 6 SD Inpres Nitneo. DIKDAS MATAPPA: Jurnal Ilmu Pendidikan Dasar, 7(4), 612–621. https://doi.org/10.31100/dikdasmatappa.v7i4.4047
- Rahayu, D., Endah, E., Ahmad, A., Intan, D., & Santika, T. A. (2023). Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Meningkatkan Kualitas Belajar dan Pembentukan Karakter Peserta Didik. ANTHOR: Education and Learning Journal, 2(4), 551–554. https://doi.org/10.31004/anthor.v2i4.202
- Rahmawati, F., Yessy, F., Naernia, L., Arum, N. S., & Ellyeser, Y. V. (2025). Pengaruh Regulasi Emosi terhadap Perilaku Bullying di Sekolah Dasar. PROFICIO: Jurnal Abdimas FKIP UTP, 6(1), 1-6.https://doi.org/10.36728/jpf.v6i1.3829
- Ramadhani, A. P., Utami, A. B., & Ul Haque, S. A. (2025). How School Climate Influences Bullying Behavior Tendencies in Junior High School. Cendikia: Media Jurnal Ilmiah Pendidikan, 15(3), 161-168. https://doi.org/10.35335/cendikia.v15i3.6024
- Salmiati, Akbar, S., & Indreswari, H. (2024). Peran Guru BK Melalui Komunitas Konselor Sebaya untuk Mencegah Perilaku Bullying. Syifaul Qulub: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 5 (2), 122–139. https://doi.org/10.32505/syifaulqulub.Vol
Penulis : Zakiyyah Ali / S1 Ekonomi Pembangunan / Fakultas Ekonomi dan Bisnis / Universitas Muhammadiyah Malang
Editor : Intan Permata









