Perbandingan mazhab merupakan salah satu cabang penting dalam kajian hukum Islam. Bidang ini membahas perbedaan pandangan para ulama dalam menetapkan hukum, yang lahir dari metode penalaran atau istinbāṭ yang tidak selalu sama.
Dalam konteks Fakultas Hukum, kajian perbandingan mazhab memiliki peran strategis. Ia bukan hanya memperluas wawasan keilmuan mahasiswa, tetapi juga membantu membentuk cara berpikir hukum yang kritis, terbuka, dan tidak mudah menerima satu pendapat secara mentah.
Mahasiswa hukum dituntut untuk mampu berpikir analitis dan objektif saat menghadapi persoalan hukum. Mereka tidak cukup hanya menghafal aturan, tetapi juga perlu memahami alasan dan proses berpikir di balik lahirnya suatu ketentuan.

Di sinilah perbandingan mazhab menemukan relevansinya. Melalui kajian ini, mahasiswa diajak menyadari bahwa hukum tidak lahir secara tunggal dan kaku, melainkan melalui proses ijtihad yang dipengaruhi oleh konteks, metode, dan cara pandang masing-masing ulama.
Setiap mazhab fikih, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, memiliki pendekatan tersendiri dalam memahami Al-Qur’an dan Sunnah. Ada yang menekankan qiyās atau analogi hukum, ada pula yang memberi ruang besar pada pertimbangan kemaslahatan, kebiasaan masyarakat, atau ‘urf.
Perbedaan metode ini melatih mahasiswa untuk tidak hanya melihat hukum sebagai produk akhir, tetapi juga menelusuri logika dan argumentasi yang melahirkannya. Proses berpikir semacam ini sangat penting dalam membangun nalar hukum yang kritis.
Nalar hukum kritis tercermin dari kemampuan mahasiswa dalam menguji dasar hukum, membandingkan argumen, serta menilai kekuatan dan kelemahan setiap pendapat sebelum menarik kesimpulan. Perbandingan mazhab mengajarkan bahwa perbedaan pandangan bukanlah tanda kelemahan hukum, melainkan kekayaan intelektual.
Dari sinilah terlihat bahwa hukum Islam bersifat dinamis dan adaptif. Sikap ini sejalan dengan tradisi ilmu hukum modern yang menekankan penalaran hukum, interpretasi, dan perbandingan sistem hukum.
Selain membentuk cara berpikir, kajian perbandingan mazhab juga menumbuhkan sikap intelektual yang lebih terbuka dan toleran. Mahasiswa dilatih untuk menghargai perbedaan, tanpa terjebak pada sikap fanatik terhadap satu pandangan tertentu.
Hal ini sangat relevan di Indonesia yang menganut sistem hukum majemuk, di mana hukum negara, hukum adat, dan hukum Islam hidup berdampingan. Dengan pemahaman ini, mahasiswa dapat melihat hukum Islam sebagai hukum yang hidup dan mampu berdialog dengan realitas sosial.
Secara praktis, perbandingan mazhab membekali mahasiswa dengan keterampilan merumuskan argumentasi hukum yang kontekstual. Kemampuan memilih pendapat yang paling sesuai dengan prinsip keadilan dan kebutuhan masyarakat menjadi modal penting bagi calon hakim, advokat, akademisi, maupun pembuat kebijakan.
Dalam praktik peradilan agama, misalnya, hakim kerap mempertimbangkan berbagai pandangan mazhab untuk menemukan putusan yang paling adil dan maslahat.
Dengan demikian, perbandingan mazhab tidak berhenti sebagai kajian keislaman yang normatif. Ia menjadi instrumen akademik yang efektif dalam membentuk nalar hukum kritis mahasiswa Fakultas Hukum, sehingga mereka mampu memahami hukum sebagai hasil ijtihad manusia yang rasional, kontekstual, dan terus berkembang.
Penulis : Izza Holidazia | Prodi Perbandingan Mazhab | UIN Syarif Hidayatullah
Editor : Anisa Putri









