Penangkapan seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Musi Rawas yang diduga mengedarkan ekstasi dalam sebuah acara hajatan menyentakkan kesadaran publik. Peristiwa ini menegaskan bahwa peredaran narkoba tidak mengenal ruang aman.
Ia bisa menyusup ke ruang sosial paling dekat dengan masyarakat, bahkan ke peristiwa yang identik dengan kebersamaan dan tradisi. Di sisi lain, langkah cepat aparat kepolisian dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Musi Rawas patut diapresiasi sebagai bentuk keseriusan negara dalam melindungi warga dari ancaman narkotika.
Meski demikian, kasus tersebut tidak cukup dipahami semata sebagai keberhasilan penegakan hukum. Ia justru membuka pertanyaan yang lebih mendasar mengenai faktor sosial yang mendorong seseorang terlibat dalam jaringan narkoba.
Tekanan ekonomi, minimnya literasi hukum, lemahnya ketahanan keluarga, hingga normalisasi perilaku menyimpang dalam lingkungan sosial sering kali menjadi pintu masuk keterlibatan warga biasa dalam kejahatan terorganisasi ini.
Keterlibatan seorang ibu rumah tangga memiliki makna simbolik yang kuat. Peran ibu dalam keluarga kerap dipandang sebagai penyangga nilai dan teladan moral bagi anak-anak. Ketika figur tersebut justru terseret dalam peredaran narkoba, hal ini menandakan adanya problem struktural yang tidak bisa diatasi hanya dengan pendekatan represif. Kekosongan edukasi, lemahnya pendampingan sosial, serta kurangnya akses terhadap informasi bahaya narkoba menjadi persoalan yang perlu diakui secara jujur.
Upaya pemberantasan narkoba tidak boleh berhenti pada penangkapan dan pemidanaan. Negara perlu memperluas strategi dengan menempatkan edukasi dan peningkatan kesadaran publik sebagai fondasi utama.
Sosialisasi mengenai dampak kesehatan, sosial, dan hukum narkoba harus dilakukan secara berkelanjutan, menjangkau lapisan masyarakat paling bawah, dan disampaikan dengan bahasa yang kontekstual. Edukasi yang efektif bukan sekadar penyampaian ancaman, melainkan proses membangun daya tangkal dan keberanian warga untuk menolak.
Selain pencegahan, dukungan terhadap individu yang ingin keluar dari jerat narkoba juga harus diperkuat. Pendekatan rehabilitatif, pendampingan psikososial, dan reintegrasi sosial merupakan bagian penting dari kebijakan yang beradab. Tanpa itu, siklus peredaran narkoba akan terus berulang dengan wajah dan pelaku yang berbeda.
Dalam perspektif nilai kebangsaan, perang melawan narkoba sejatinya berkaitan erat dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Narkoba merusak martabat manusia, menghancurkan relasi sosial, serta menggerus kualitas hidup.
Di saat yang sama, peredarannya menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang bertentangan dengan cita-cita keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, memberantas narkoba melalui edukasi dan kesadaran kolektif bukan hanya kewajiban hukum, melainkan panggilan moral sebagai bangsa.
Penulis : Linda Amelia | Kewirausahaan | Institut Teknologi Muhammadiyah Sumatra
Editor : Anisa Putri









