Gunungkidul, Krajan.id – Limbah rumah tangga seringkali dipandang sebelah mata. Namun, bagi sekelompok mahasiswa KKN 51 Universitas Sebelas Maret (UNS), minyak jelantah justru menjadi peluang emas untuk menciptakan produk bernilai jual. Melalui pelatihan inovatif di Balai Padukuhan Panggang I, Desa Giriharjo, Kecamatan Panggang, mereka mengubah limbah dapur itu menjadi lilin aromaterapi yang tidak hanya wangi dan estetis, tetapi juga membuka ruang usaha baru bagi ibu-ibu rumah tangga setempat.
Kegiatan yang berlangsung beberapa hari lalu ini diikuti oleh 19 peserta, mayoritas ibu rumah tangga. Antusiasme mereka terlihat sejak awal sosialisasi hingga tahap praktik. Dalam pelatihan tersebut, para peserta dibimbing secara bertahap mulai dari pemilihan dan penyaringan minyak jelantah, pencampuran bahan tambahan, hingga pengemasan produk agar menarik bagi konsumen.
Riyana Noviandari, mahasiswa Kimia UNS sekaligus penanggung jawab program, menuturkan bahwa partisipasi warga sangat aktif. “Peserta bukan hanya mendengarkan, tapi langsung mencoba sendiri. Mereka jadi tahu bahwa minyak jelantah yang biasanya dibuang ternyata bisa menjadi lilin aromaterapi yang memiliki nilai ekonomis,” jelasnya.
Dari pelatihan ini, dihasilkan 12 lilin aromaterapi berkualitas baik. Meski jumlahnya belum sebanding dengan total peserta, hal itu tidak menyurutkan semangat warga. Sebagai bentuk tindak lanjut, setiap peserta dibekali pamflet edukasi serta paket kit berisi bahan dasar dan peralatan sederhana, agar dapat mencoba kembali di rumah.
Ibu Pawestri, salah satu peserta, mengaku sangat terbantu dengan program ini. “Biasanya minyak bekas langsung kami buang. Sekarang saya tahu bisa diolah jadi lilin harum dan cantik. Kalau dikembangkan, bisa juga dijual untuk menambah penghasilan keluarga,” ujarnya.
Dukungan dari pihak padukuhan, RT, dan RW setempat juga berperan besar. Mereka menyediakan tempat pelatihan dan mendorong warga untuk berpartisipasi aktif. Bahan baku minyak jelantah pun relatif mudah didapat, baik dari rumah tangga maupun warung makan di sekitar Panggang.
Selain memberikan keterampilan baru, pelatihan ini juga menyampaikan pesan penting mengenai dampak lingkungan. Pembuangan minyak jelantah sembarangan dapat mencemari tanah dan air, sementara pemanfaatannya menjadi lilin aromaterapi bisa mengurangi risiko pencemaran sekaligus menghasilkan produk bernilai ekonomi.
Ibu Hertini, peserta lainnya, berharap keterampilan ini bisa dikembangkan lebih luas. “Kami ingin terus berlatih di rumah dan mengajak tetangga lain. Kalau bisa berlanjut, ini bisa jadi usaha kecil yang bermanfaat,” katanya penuh semangat.
Pamflet yang dibagikan berisi informasi tentang bahaya limbah minyak jelantah, langkah-langkah pembuatan lilin, hingga standar mutu produk yang baik. Dengan panduan itu, para ibu rumah tangga diharapkan mampu berproduksi secara mandiri tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pendampingan mahasiswa.
Program KKN ini tidak hanya sekadar pelatihan, tetapi juga wujud nyata kontribusi mahasiswa dalam mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Setidaknya ada tiga poin yang relevan: tujuan ke-12 tentang konsumsi dan produksi berkelanjutan, tujuan ke-8 mengenai pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, serta tujuan ke-5 yang mendorong kesetaraan gender dengan memberdayakan perempuan sebagai pelaku ekonomi kreatif.
Keberhasilan program ini menjadi contoh bahwa solusi sederhana bisa memberi dampak besar. Dengan inovasi yang tepat, limbah yang dianggap tidak berguna dapat disulap menjadi peluang bisnis, mengurangi pencemaran, sekaligus memberdayakan masyarakat lokal.
Penulis : Novi Fitria Maharani | Universitas Sebelas Maret
Editor : Anisa Putri