Memahami Latar Belakang Mazhab dan Urgensi Bermadzhab dalam Islam

- Redaksi

Rabu, 16 Juli 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi foto (freepik.com)

Ilustrasi foto (freepik.com)

Dalam dunia Islam, istilah mazhab sering kali muncul dalam diskusi tentang hukum dan praktik keagamaan. Namun, masih banyak anak muda yang bingung atau bahkan mengabaikan pentingnya mazhab dalam kehidupan beragama.

Padahal, memahami mazhab tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga membantu kita beragama dengan cara yang lebih sistematis, bertanggung jawab, dan jauh dari kesan semaunya sendiri.

Secara sederhana, mazhab adalah metode berpikir atau kerangka ijtihad yang digunakan oleh para imam mujtahid dalam menggali dan menetapkan hukum Islam dari dua sumber utama: al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Mazhab bukan sekadar pendapat pribadi, melainkan hasil dari proses intelektual yang mendalam dan penuh tanggung jawab. Para ulama merumuskan prinsip-prinsip hukum berdasarkan dalil yang mereka pahami, lalu menjadikannya pedoman untuk menjawab berbagai persoalan umat.

Pada masa Rasulullah SAW, segala persoalan dapat langsung diselesaikan melalui wahyu atau sabda beliau. Tapi setelah beliau wafat, umat Islam mulai menghadapi tantangan baru. Kompleksitas masyarakat yang berkembang, wilayah Islam yang meluas, serta kondisi sosial yang beragam membuat para sahabat dan generasi setelahnya melakukan ijtihad secara mandiri. Inilah cikal bakal lahirnya berbagai mazhab yang kita kenal sekarang.

Ada banyak faktor yang memengaruhi munculnya berbagai mazhab ini. Salah satunya adalah perluasan wilayah Islam ke berbagai bangsa dengan budaya yang berbeda seperti Mesir, Persia, dan Andalusia.

Perbedaan ini tentu menimbulkan kebutuhan hukum yang tidak sama antara satu tempat dengan tempat lainnya. Selain itu, kemerdekaan berpikir para ulama yang tidak selalu terikat dengan kekuasaan politik juga membuka ruang bagi berkembangnya metodologi hukum yang beragam.

Adat istiadat lokal, kondisi masyarakat, bahkan jarak geografis dari pusat pemerintahan Islam membuat para ulama di daerah merasa perlu membuat keputusan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

Baca Juga :  Tuntutan Seorang Publik Figur

Di sisi lain, kesadaran bahwa syariat Islam bersifat fleksibel dan bisa menyesuaikan dengan ruang serta waktu, mendorong para ulama untuk terus menggali hukum Islam tanpa keluar dari koridor dalil.

Dari situ lahirlah berbagai mazhab, dan meskipun secara historis jumlahnya lebih dari sepuluh, yang bertahan hingga kini adalah empat: Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Keempat mazhab ini menjadi rujukan utama umat Islam dalam beribadah dan bermuamalah.

Lalu, seberapa penting sebenarnya bermadzhab?

Bagi sebagian besar umat Islam, terutama mereka yang bukan ahli hukum Islam, bermadzhab adalah jalan paling aman dan masuk akal. Ini seperti kita mempercayakan resep obat pada dokter yang sudah ahli, karena kita belum tentu bisa mendiagnosis penyakit sendiri. Bermadzhab berarti kita mengikuti metode yang sudah teruji dan disusun oleh ulama yang ahli dan amanah.

Namun, seiring berjalannya waktu, terutama sejak abad ke-4 hingga abad ke-13 Hijriah, terjadi masa stagnasi dalam dunia fiqh. Masa ini dikenal sebagai masa taqlid, yaitu masa di mana umat hanya mengikuti pendapat mazhab tanpa memahami dalil di baliknya. Sayangnya, kondisi ini melahirkan fanatisme mazhab yang kadang berlebihan dan bahkan memicu konflik di antara sesama umat Islam.

Di Indonesia sendiri, perbedaan pendekatan terhadap mazhab terlihat jelas antara dua organisasi besar: Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU sangat menekankan pentingnya bermadzhab. Bagi NU, mengikuti salah satu dari empat mazhab besar adalah bentuk keberagamaan yang aman dan bertanggung jawab. Mereka percaya bahwa melalui pendekatan ini, umat bisa menjalani agama dengan lebih hati-hati dan berlandaskan ilmu.

Baca Juga :  Pengaruh Teknologi Terhadap Kualitas Pendidikan

Sebaliknya, Muhammadiyah lebih menekankan pentingnya kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah secara langsung. Meski tidak terikat pada satu mazhab, Muhammadiyah tetap menghargai pendapat para ulama terdahulu sebagai referensi. Mereka memandang bahwa ijtihad perlu terus dilakukan untuk menjawab tantangan zaman modern tanpa melupakan prinsip dasar Islam.

Meskipun NU dan Muhammadiyah punya pendekatan berbeda, keduanya tetap bertujuan menjaga kemurnian ajaran Islam. Perbedaan ini justru menjadi bukti bahwa Islam memiliki kekayaan intelektual yang luar biasa. Dan yang paling penting, perbedaan mazhab bukanlah alasan untuk saling menyalahkan, apalagi berpecah belah.

Dalam konteks sosial, perbedaan atau ikhtilaf adalah sesuatu yang alamiah dan bahkan mendapat tempat dalam ajaran Islam. Para ulama klasik berbeda dalam menilai dalil, memahami hadis, serta menggunakan metode istinbath hukum seperti qiyas, istihsan, dan maslahah mursalah. Perbedaan ini bukan kelemahan, melainkan cermin dari kedalaman ilmu mereka.

Bahkan, al-Qur’an dalam Surah Hud ayat 118-119 menyebutkan bahwa manusia akan selalu berbeda, kecuali mereka yang dirahmati Allah. Artinya, perbedaan bukanlah masalah, selama disikapi dengan toleransi dan semangat saling menghargai. Dalam konteks ini, bermadzhab adalah cara untuk menjaga keteraturan dalam perbedaan.

Kesimpulannya, memahami mazhab dan urgensi bermadzhab adalah bekal penting bagi generasi muda Islam. Di era digital ini, di mana informasi agama tersebar luas dan tidak semuanya valid, mengikuti mazhab bisa menjadi kompas keagamaan yang menjaga kita dari pemahaman yang keliru.

Maka, tidak ada salahnya bagi anak muda untuk mulai mengenal dan mempelajari mazhab, bukan untuk membatasi diri, tapi justru untuk memperdalam pemahaman dan memperkaya spiritualitas.

Penulis : Muhammad Dzulfiqar Setiawan | Mahasiswa Fakultas syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Editor : Anisa Putri

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Mengupas Kandungan Gizi Mie Gacoan: Antara Kenikmatan dan Lonjakan Gula Darah
Tinggi Protein Bukan Jaminan Sehat: Saatnya Anak Muda Lebih Cerdas Pilih Asupan Gizi
Menumbuhkan Nilai, Bukan Sekadar Hasil: Cerita tentang Peran Agroindustri di Tanah Air
Green Economy dimulai dari Sawah: Mengenal Agroindustri Hijau yang Menyelamatkan Masa Depan
5 Keajaiban Pati Jagung: Si Kecil Serbaguna yang Bikin Tubuh Sehat dan Makanan Makin Nikmat!
Agroindustri Bikin Kedelai Lokal Naik Kelas, Siap Saingi Pasar Global
Saat Agroindustri Tepung Jagung Instan Jadi Wajah Baru Pertanian Modern Indonesia
Agroindustri Tepung Umbi, Inovasi Cerdas untuk Pertanian Indonesia yang Mandiri dan Berkelanjutan

Berita Terkait

Kamis, 16 Oktober 2025 - 12:48 WIB

Mengupas Kandungan Gizi Mie Gacoan: Antara Kenikmatan dan Lonjakan Gula Darah

Rabu, 15 Oktober 2025 - 21:06 WIB

Tinggi Protein Bukan Jaminan Sehat: Saatnya Anak Muda Lebih Cerdas Pilih Asupan Gizi

Senin, 13 Oktober 2025 - 14:05 WIB

Menumbuhkan Nilai, Bukan Sekadar Hasil: Cerita tentang Peran Agroindustri di Tanah Air

Minggu, 12 Oktober 2025 - 13:10 WIB

Green Economy dimulai dari Sawah: Mengenal Agroindustri Hijau yang Menyelamatkan Masa Depan

Minggu, 12 Oktober 2025 - 12:55 WIB

5 Keajaiban Pati Jagung: Si Kecil Serbaguna yang Bikin Tubuh Sehat dan Makanan Makin Nikmat!

Berita Terbaru

Opini

Hak Asasi Manusia: Nyata atau Sekadar Slogan?

Senin, 27 Okt 2025 - 18:16 WIB

Opini

Ketika Hukum Tidak Berpihak pada Masyarakat Kecil

Minggu, 26 Okt 2025 - 23:39 WIB

Opini

Patriarki Bukan Tradisi, Melainkan Hambatan Kemajuan

Minggu, 26 Okt 2025 - 19:52 WIB