Bayangkan kamu duduk di meja makan dengan dua pilihan di depan mata: sepiring makaroni warna-warni yang menggoda dan sepiring roti tawar polos tanpa warna. Jujur aja, pasti mata yang menentukan duluan sebelum lidah ikut campur, kan?
Warna memang punya kekuatan ajaib yang bisa bikin kita tertarik bahkan sebelum mencicipinya. Tapi ternyata, bukan cuma soal selera ada ilmu pengetahuan di baliknya!
Warna pada makanan sebenarnya berasal dari pigmen alami, yaitu senyawa yang terbentuk secara alami dalam bahan makanan. Setiap pigmen punya “tugas” khusus. Misalnya, klorofil memberi warna hijau pada daun-daunan seperti bayam dan sawi, karotenoid membuat wortel dan mangga jadi oranye, sementara antosianin menghadirkan warna ungu pada anggur dan ubi. Ada juga melanin yang bikin warna cokelat muncul saat bahan makanan mengalami oksidasi atau fermentasi.
Salah satu pigmen terkenal adalah likopen, yang membuat tomat dan semangka berwarna merah. Menariknya, likopen ini berfungsi melindungi tubuh dari radikal bebas. Lalu ada beta-karoten, si pemberi warna oranye pada wortel dan pepaya, yang juga dikenal sebagai sumber vitamin A untuk menjaga kesehatan mata.
Sementara antosianin dalam kol ungu dan ketan hitam bisa membantu menjaga kesehatan jantung. Jadi, semakin berwarna isi piringmu, semakin banyak pula nutrisi dan antioksidan yang kamu dapat!
Selain kaya manfaat, warna juga berperan besar dalam memengaruhi persepsi rasa. Coba pikir: warna hijau bikin es cincau terlihat segar, kuning membuat soto terasa hangat dan gurih, sementara merah langsung memberi kesan pedas pada sambal bahkan sebelum dicicipi. Fenomena ini dikenal dengan istilah psikologi warna makanan bagaimana otak kita mengaitkan warna dengan rasa, aroma, dan bahkan emosi.
Enggak heran, banyak merek makanan sengaja memilih warna tertentu untuk menarik perhatian. Contohnya, jus jeruk dengan warna jingga terang pasti terlihat lebih menggugah dibanding yang pucat, padahal rasanya bisa saja sama.
Menariknya lagi, tren pewarna alami kini semakin populer. Banyak orang mulai beralih ke bahan alami seperti bunga telang (biru), kunyit (kuning), daun pandan (hijau), dan buah naga (merah muda). Selain bikin makanan lebih cantik, pewarna alami juga memberikan kesan sehat dan ramah lingkungan cocok banget buat gaya hidup anak muda masa kini. Enggak heran kalau matcha latte hijau atau es krim biru bunga telang jadi hits di kafe-kafe kekinian.
Meski begitu, tantangan dari pewarna alami adalah menjaga kestabilan warnanya. Para ahli pangan kini tengah mengembangkan teknologi seperti enkapsulasi pigmen, supaya warna tetap cerah meski terkena panas, cahaya, atau perubahan pH. Berkat inovasi ini, kita bisa menikmati kue lapis warna alami atau minuman herbal berwarna cerah tanpa takut bahan kimia.
Ahli gizi pun mendukung konsep “makan pelangi”, yaitu mengonsumsi makanan dengan berbagai warna setiap hari. Selain bikin feed Instagram makin estetik, setiap warna juga menyimpan nutrisi berbeda yang dibutuhkan tubuh. Jadi, dengan makan berwarna-warni, kamu bukan cuma memanjakan mata, tapi juga menutrisi tubuh secara alami.
Pada akhirnya, warna dalam makanan adalah hasil perpaduan antara seni dan sains. Jadi, saat kamu menatap semangkuk soto kuning, segelas jus naga merah muda, atau sepiring salad tropis penuh warna, ingatlah di balik keindahan itu ada cerita tentang kesehatan, kehidupan, dan kebahagiaan yang diciptakan oleh alam dan manusia.
Penulis : Zaidan Nur Ahmad | Jurusan Teknologi Pangan | Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Editor : Anisa Putri









