Musik telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari nada dering ponsel hingga lagu-lagu yang menemani perjalanan, musik hadir dalam berbagai bentuk dan genre. Namun, bagaimana sebenarnya hukum mendengarkan musik dalam Islam? Apakah sepenuhnya dilarang atau justru diperbolehkan dengan syarat tertentu?
Pertanyaan ini sering muncul di kalangan umat Islam, khususnya anak muda yang sehari-hari akrab dengan musik. Untuk menjawabnya, kita perlu menelaah dalil dari Al-Qur’an dan Hadis serta melihat pandangan para ulama dari berbagai mazhab.
Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Musik
Beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis sering dijadikan rujukan dalam pembahasan hukum musik, di antaranya:
Q.S. Luqman: 6
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Ayat ini sering ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai sindiran terhadap nyanyian atau musik yang tak bermanfaat, bahkan menyesatkan dari jalan Allah.
Q.S. An-Najm: 59–61
“Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kalian menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian ber-sumud (bernyanyi)?”
Hadis Riwayat Bukhari
Rasulullah SAW bersabda: “Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari, 10/5590)
Hadis ini menunjukkan bahwa di masa depan, akan muncul umat yang memandang remeh larangan terhadap musik dan hal-hal lain yang dilarang.
Pendapat Ulama Mengenai Musik
Terdapat perbedaan pendapat yang cukup tajam di kalangan ulama. Berikut pandangan beberapa tokoh ulama besar mengenai musik:
- Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Malik sepakat bahwa mendengarkan musik hukumnya makruh, berdasarkan pendapat yang tercantum dalam kitab Mughni Al-Muhtaj.
- Imam Al-Ghazali, seorang tokoh besar dalam dunia Islam, menyatakan bahwa mendengarkan musik sama seperti mendengar suara makhluk hidup atau perkataan manusia. Jika pesan dalam musik mengandung kebaikan dan nilai keagamaan, maka hal itu tidak berbeda dari nasihat atau ceramah keagamaan.
- Imam As-Syaukani, dalam Naylul Authar, menyebutkan bahwa masyarakat Madinah dan para ahli sufi memberikan keringanan terhadap musik, selama tidak mengandung unsur maksiat.
- Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa jika musik membuat seseorang lalai dari ibadah dan menurunkan semangat dalam menjalankan syariat, maka musik menjadi penghalang dalam ketaatan.
Penjelasan Tafsir Jalalayn terhadap QS. Luqman Ayat 6
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunaka perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” QS. Luqman: 6.
Tafsir Jalalayn: Dan di antara manusia ada orang yang membeli omongan yang tidak berguna, yakni sebagian dari omongan yang menyesatkan manusia dari makna yang sebenarnya, agar ia dapat menyesatkan manusia, baca li-yadilla; atau li-yudilla dari jalan Allah, agama Islam tanpa ilmu, dan mengambilnya, baca subjungtif wa-yattakhidhahā sebagai pelengkap yudilla ‘agar ia dapat menyesatkan’; atau indikatif wa-yattakhidhuhā sebagai pelengkap yashtarī ‘yang membeli’ sebagai bahan ejekan. Bagi mereka akan ada siksa yang menghinakan, yaitu kehinaan.
Bagaimana Sebenarnya Hukum Musik dalam Islam?
Perlu dipahami bahwa Al-Qur’an tidak secara eksplisit melarang musik. Oleh karena itu, sebagian ulama merujuk pada kaidah ushul fiqih yang berbunyi “Al-aslu fil asy-yaa’ al-ibahah”, yang artinya: hukum asal segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarang.
Jadi, mendengarkan musik hukumnya mubah (boleh) selama tidak bertentangan dengan syariat. Jika musik mengandung lirik yang kotor, mengajak pada kemaksiatan, atau membuat lupa terhadap kewajiban seperti salat, maka hukum mendengarkannya bisa menjadi haram.
Sebaliknya, jika musik tersebut mengandung pesan moral, semangat, cinta Tanah Air, atau bahkan nasihat keagamaan, maka tidak ada larangan mendengarkannya. Bahkan, musik bisa menjadi media dakwah yang efektif, terutama bagi generasi muda.
Perlu Selektif dan Bijak
Di era globalisasi ini, musik berkembang pesat. Lagu-lagu dari berbagai penjuru dunia mudah diakses hanya dengan satu klik. Oleh karena itu, memilih musik yang baik dan sesuai syariat menjadi tanggung jawab setiap Muslim.
Seperti kata Imam Al-Ghazali, musik yang mengiringi kegiatan maksiat memang harus dijauhi. Namun, musik yang menguatkan jiwa, menenangkan hati, dan menambah semangat hidup bisa menjadi hiburan yang positif.
Tidak Mutlak Haram, Tapi Bergantung Isi dan Dampaknya
Berdasarkan dalil, pendapat ulama, dan analisa terhadap isi musik, maka hukum mendengarkan musik dalam Islam bersifat relatif. Tidak semua musik haram, dan tidak semua musik boleh. Hukum bisa berubah sesuai dengan isi musik dan dampaknya terhadap pendengarnya.
Jika musik membuat seseorang lalai dari ibadah, memunculkan syahwat, atau berisi ajakan pada maksiat, maka jelas hukumnya haram. Namun jika musik menjadi sarana kebaikan, hiburan yang tidak melalaikan, atau bahkan media dakwah, maka mendengarkannya bisa bernilai ibadah.
Sebagai generasi muda muslim, kita harus bijak dalam memilih apa yang masuk ke dalam telinga dan hati. Jangan sampai musik yang kita dengarkan justru menjauhkan kita dari nilai-nilai Islam. Gunakan musik sebagai sarana pengingat, penyemangat, dan penyejuk jiwa.
Penulis : Naufal Sholeh Hartono | Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor : Anisa Putri