Mahasiswa dan Budaya ‘Deadline’: Seni Mengelola Waktu atau Sekadar Survival?

- Jurnalis

Rabu, 15 Januari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi by DALL.E

Ilustrasi by DALL.E

Budaya “deadline” telah menjadi salah satu ikon tak terpisahkan dari kehidupan mahasiswa. Dalam dunia akademik, deadline atau batas waktu adalah instrumen yang dirancang untuk mendisiplinkan. Namun, di sisi lain, budaya ini sering kali berubah menjadi momok yang menekan mental dan fisik mahasiswa.

Pertanyaannya adalah, apakah deadline sebenarnya membantu mahasiswa mengelola waktu mereka dengan lebih baik, atau justru menjadikan mereka sekadar bertahan hidup di tengah tekanan yang terus-menerus?

Konsep deadline bukanlah hal yang asing, terutama di dunia pendidikan tinggi. Diterapkannya deadline bertujuan agar tugas-tugas akademik selesai tepat waktu sekaligus melatih mahasiswa menghadapi tanggung jawab dan tekanan dunia kerja di masa depan.

Meski demikian, kenyataan di lapangan sering menunjukkan bahwa mahasiswa dihadapkan pada situasi di mana deadline bertumpuk tanpa jeda. Kombinasi tugas kuliah, proyek kelompok, ujian, hingga aktivitas organisasi menciptakan daftar panjang yang sering kali mustahil untuk diselesaikan dalam waktu singkat.

Fenomena ini memunculkan gaya hidup multitasking ekstrem yang pada akhirnya menjadi ciri khas kehidupan mahasiswa.

Tidak dapat disangkal bahwa deadline memiliki manfaat tertentu. Dalam banyak kasus, batas waktu mendorong mahasiswa keluar dari zona nyaman mereka. Tekanan untuk menyelesaikan tugas sebelum tenggat waktu mengajarkan mereka pentingnya disiplin dan prioritas.

Dua keterampilan ini menjadi sangat berharga ketika mahasiswa memasuki dunia kerja yang penuh dengan tantangan serupa. Beberapa mahasiswa bahkan merasa lebih produktif ketika bekerja di bawah tekanan deadline.

Mereka percaya bahwa situasi ini memicu adrenalin yang meningkatkan fokus dan efisiensi. Dalam istilah populer, fenomena ini dikenal sebagai “working under pressure.”

Namun, budaya deadline juga membawa sisi gelap yang tidak dapat diabaikan. Mahasiswa yang terus-menerus menghadapi tekanan ini sering kali masuk ke dalam kondisi yang disebut “survival mode.” Pada kondisi ini, mereka hanya berusaha menyelesaikan tugas demi tugas tanpa benar-benar memahami atau menikmati prosesnya.

Contohnya adalah kebiasaan begadang hingga larut malam, mengorbankan kesehatan fisik dan mental demi mengejar tenggat waktu. Situasi ini tidak hanya menurunkan kualitas tugas yang dihasilkan tetapi juga meningkatkan risiko stres kronis, kecemasan, dan bahkan burnout.

Baca Juga :  Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Indonesia: Antara Syariat dan Regulasi Negara

Kebiasaan menunda-nunda atau procrastination adalah salah satu alasan utama mengapa deadline menjadi begitu menakutkan bagi banyak mahasiswa. Ketika merasa memiliki banyak waktu, mereka cenderung menunda pekerjaan hingga waktu yang hampir mendekati deadline.

Pola ini, yang sering disebut sebagai “student syndrome,” menciptakan siklus yang berulang: menunda, panik, dan akhirnya menyelesaikan tugas dengan hasil yang jauh dari optimal. Beberapa penyebab procrastination mencakup kurangnya motivasi, rasa takut gagal, atau ketidakmampuan mengatur waktu secara efektif. Ironisnya, semakin sering seseorang menunda, semakin besar pula kemungkinan mereka terjebak dalam siklus yang sama.

Menghadapi budaya deadline, mahasiswa perlu mengembangkan strategi yang efektif untuk mengelola waktu. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan prioritas. Tugas-tugas yang paling mendesak dan penting harus diselesaikan terlebih dahulu.

Selain itu, teknik seperti Pomodoro, di mana seseorang bekerja fokus selama 25 menit diikuti dengan istirahat singkat, dapat membantu meningkatkan produktivitas tanpa merasa kewalahan. Penting pula untuk membuat jadwal yang realistis dan menghindari multitasking yang berlebihan, karena hal ini justru dapat menurunkan efisiensi.

Di sisi lain, mahasiswa juga perlu mengenali batas kemampuan mereka. Jika merasa kewalahan, berdiskusi dengan dosen atau meminta bantuan teman bisa menjadi solusi yang baik. Terakhir, menjaga keseimbangan hidup dengan tidur cukup, makan bergizi, dan berolahraga secara teratur adalah langkah penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.

Budaya deadline adalah realitas yang tidak dapat dihindari, baik di dunia akademik maupun dunia kerja. Namun, cara mahasiswa merespons deadline adalah hal yang dapat dikendalikan. Apakah mereka akan melihat deadline sebagai alat untuk berkembang, atau justru sebagai tekanan yang memenjarakan? Pilihan ini ada di tangan setiap individu.

Hidup bukanlah sekadar tentang terus-menerus mengejar tenggat waktu. Kehidupan mahasiswa, dengan segala kompleksitasnya, adalah kesempatan untuk belajar mengelola waktu sekaligus mengapresiasi proses belajar itu sendiri.

Baca Juga :  Pendidikan Sangat Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Suku Anak Dalam

Daripada sekadar bertahan hidup dalam survival mode, mengapa tidak mencoba menemukan seni dan keindahan dalam setiap langkah perjalanan ini? Deadline mungkin hanya sebuah alat, tetapi bagaimana kita menggunakannya adalah seni.

Dengan pendekatan yang tepat, mahasiswa tidak hanya dapat menyelesaikan tugas mereka tetapi juga menikmati prosesnya. Jadi, apakah Anda akan membiarkan deadline mengatur hidup Anda, atau Anda yang akan mengatur bagaimana menghadapi deadline?

Selain itu, penting untuk memahami bahwa setiap mahasiswa memiliki dinamika unik dalam menghadapi tekanan akademik. Ada mahasiswa yang memilih strategi kolaboratif, mengerjakan tugas bersama teman untuk saling mendukung.

Pendekatan ini tidak hanya meringankan beban tetapi juga menciptakan ruang diskusi yang kaya akan ide-ide baru. Di sisi lain, beberapa mahasiswa memilih pendekatan mandiri, memanfaatkan berbagai sumber daya seperti perpustakaan, artikel daring, dan video pembelajaran untuk menyelesaikan tugas mereka. Kedua pendekatan ini memiliki kelebihan masing-masing, tergantung pada preferensi individu.

Dukungan dari lingkungan juga memiliki peran penting dalam mengelola tekanan deadline. Dosen yang memberikan penjelasan yang jelas mengenai tugas dan ekspektasi dapat membantu mahasiswa merencanakan waktu mereka dengan lebih baik.

Selain itu, akses ke layanan konseling kampus menjadi vital untuk mendukung mahasiswa yang merasa kewalahan. Program-program seperti manajemen waktu atau lokakarya pengelolaan stres dapat memberikan mahasiswa keterampilan praktis yang berguna dalam menghadapi tekanan akademik.

Pada akhirnya, budaya deadline adalah cerminan dari bagaimana mahasiswa mengelola waktu, tekanan, dan tanggung jawab mereka. Dengan pemahaman dan strategi yang tepat, tekanan ini dapat diubah menjadi kesempatan untuk tumbuh dan belajar.

Mahasiswa memiliki potensi untuk menciptakan keseimbangan antara kehidupan akademik dan pribadi mereka, selama mereka tidak takut untuk mencari bantuan ketika diperlukan dan terus berusaha meningkatkan keterampilan pengelolaan waktu mereka. Dalam perjalanan ini, mereka tidak hanya akan menjadi lebih baik dalam menghadapi deadline, tetapi juga lebih bijak dalam menjalani kehidupan.

Penulis : Reda Anggraini / Universitas Dharmas Indonesia

Editor : Intan Permata

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Sarjana Muslim di Tengah Tantangan Dunia Kerja
Islam dan Luka Ekologis: Menimbang Kembali Etika Pertambangan dalam Perspektif Syariat
Antara Husnuzan dan Trust Issue: Menjaga Keseimbangan di Tengah Dunia yang Rumit
Fatwa-Fatwa Kontemporer Ulama Dunia soal Perang: Antara Jihad dan Kemanusiaan
Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Indonesia: Antara Syariat dan Regulasi Negara
Kenapa Tata Cara Shalat Berbeda? Ini Penjelasan Menurut Mazhab
BNPL: Inovasi Finansial atau Jeratan Riba?
Perbedaan Pendapat Ulama: Kekuatan atau Kelemahan Bagi Umat Islam ?

Berita Terkait

Senin, 30 Juni 2025 - 21:30 WIB

Sarjana Muslim di Tengah Tantangan Dunia Kerja

Sabtu, 28 Juni 2025 - 14:40 WIB

Islam dan Luka Ekologis: Menimbang Kembali Etika Pertambangan dalam Perspektif Syariat

Sabtu, 28 Juni 2025 - 14:10 WIB

Antara Husnuzan dan Trust Issue: Menjaga Keseimbangan di Tengah Dunia yang Rumit

Jumat, 27 Juni 2025 - 19:30 WIB

Fatwa-Fatwa Kontemporer Ulama Dunia soal Perang: Antara Jihad dan Kemanusiaan

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:29 WIB

Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Indonesia: Antara Syariat dan Regulasi Negara

Berita Terbaru

Dua profesional sedang bekerja bersama dengan penuh fokus, mencerminkan etos kerja yang terencana, terstruktur, dan produktif sebagaimana diajarkan dalam Islam. Foto: Pexels/Mikhail Nilov

Opini

Sarjana Muslim di Tengah Tantangan Dunia Kerja

Senin, 30 Jun 2025 - 21:30 WIB