Pembongkaran makam baru di Desa Mataram, Lubuklinggau, bukan sekadar insiden yang mengusik ruang publik. Ia adalah tamparan bagi akal sehat dan nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi fondasi hidup bersama. Tindakan biadab yang diduga dilakukan orang tak dikenal dengan motif yang dikaitkan dengan praktik ilmu hitam itu menimbulkan kegelisahan, kemarahan, sekaligus keprihatinan mendalam di tengah masyarakat.
Makam adalah ruang sakral. Ia menandai peristirahatan terakhir manusia dan menjadi simbol penghormatan yang melampaui batas kehidupan. Ketika tempat tersebut dirusak secara sengaja, pelakunya bukan hanya melanggar norma hukum dan agama, tetapi juga merusak sendi-sendi etika sosial yang menjaga keberadaban kita.
Dugaan bahwa tindakan itu dilakukan demi kepentingan tertentu yang menyimpang menunjukkan betapa rapuhnya benteng moral sebagian individu, yang rela menggugurkan nilai kemanusiaan demi kepercayaan keliru.
Dampak peristiwa ini terasa nyata bagi keluarga almarhum maupun masyarakat sekitar. Rasa aman terusik, trauma mengemuka, dan kepercayaan sosial robek di titik paling dasar. Aksi tersebut juga menguak kenyataan bahwa perilaku irasional masih bercokol dalam masyarakat kepercayaan yang mengabaikan logika dan menempatkan mistisisme sebagai pembenaran tindakan destruktif. Ketika praktik semacam ini dibiarkan, masyarakat perlahan didorong menjauh dari nalar sehat dan norma hukum yang mestinya menjadi pegangan bersama.
Kasus ini karena itu tidak boleh diperlakukan sebagai isu viral sesaat. Aparat penegak hukum perlu bergerak cepat dan tegas untuk mengungkap motif, menangkap pelaku, serta memastikan tindakan serupa tidak terulang. Penegakan hukum tidak hanya penting demi keadilan bagi keluarga, tetapi juga untuk memulihkan rasa aman dan memastikan kewibawaan norma publik tidak runtuh di hadapan tindakan irasional.
Di sisi lain, masyarakat perlu membangun kewaspadaan kolektif dan memperkuat kontrol sosial. Edukasi publik mengenai bahaya praktik mistis yang menyesatkan mesti diperluas, sekaligus menghidupkan kembali kesadaran dasar bahwa penghormatan terhadap jenazah adalah bagian tak terpisahkan dari martabat manusia. Ketika kematian saja tidak lagi dihormati, maka kehidupan pun kehilangan pijakan moralnya.
Pembongkaran makam ini seyogianya menjadi peringatan keras bagi kita semua. Ia menyingkap fakta bahwa nilai kemanusiaan dapat terkoyak oleh keyakinan keliru ketika nalar sehat disingkirkan. Menghormati mereka yang telah tiada adalah ukuran peradaban; mengabaikannya adalah jalan menuju kemunduran sosial. Tugas kita adalah memastikan batas moral itu tidak dilewati lagi demi martabat manusia dan kewarasan publik.
Penulis : Muhammad Yusuf Qodri Alfarizky |Prodi Kewirausahaan | Institut Teknologi Muhammadiyah Sumatra
Editor : Anisa Putri









