Menelisik Rendahnya Literasi Anak Indonesia

- Jurnalis

Selasa, 14 Januari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi foto/Parentalk.id

Ilustrasi foto/Parentalk.id

Membaca adalah jendela dunia. Sebuah ungkapan sederhana tetapi sarat makna. Bagaimana tidak? Dengan membaca, seseorang bisa memperluas cakrawala, menjelajah dunia, dan memperkaya wawasan tanpa batas. Membaca bukan hanya sekadar aktivitas, tetapi juga proses yang membentuk kepribadian dan memperdalam disiplin ilmu.

Menurut sebuah artikel yang saya baca di laman lombokbaratkab.go.id, salah satu manfaat membaca adalah melatih otak. Aktivitas ini membantu menjaga fungsi otak agar tetap optimal. Saat membaca, otak dirangsang untuk berpikir kritis, menganalisis masalah, mencari solusi, hingga menemukan wawasan baru.

Proses ini mengaktifkan sel-sel otak sehingga berpotensi meningkatkan kecerdasan. Jika otak tidak sering digunakan, ia akan “tertidur” dan kehilangan kemampuan maksimalnya.

Namun, bagaimana dengan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia, terutama generasi muda? Apakah benar minat baca di Indonesia sangat rendah? Berdasarkan data UNESCO, Indonesia menduduki peringkat kedua terbawah dalam hal literasi dunia. Data ini menunjukkan hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca tinggi.

Artinya, dari 1.000 orang, hanya satu yang rajin membaca. Riset lain dari Central Connecticut State University pada 2016 menempatkan Indonesia di peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca, di bawah Thailand dan sedikit lebih baik dari Botswana.

Ironisnya, dari sisi infrastruktur pendukung literasi, Indonesia sebenarnya lebih unggul jika dibandingkan beberapa negara Eropa. Perpustakaan, toko buku, dan akses digital tersedia luas, tetapi sayangnya minat membaca masyarakat Indonesia tetap rendah.

Lalu, apa penyebab minat baca anak Indonesia saat ini sangat rendah?

Salah satu penyebab utama rendahnya minat baca adalah kehadiran teknologi, khususnya media sosial. Generasi muda saat ini sangat akrab dengan platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Mereka lebih tertarik menghabiskan waktu untuk menggulir layar daripada membaca buku. Media sosial menawarkan hiburan instan dalam bentuk video dan gambar menarik, yang dianggap lebih “menggoda” dibandingkan deretan kata dalam buku.

Baca Juga :  Analisis Marak nya Judi Online di Masyarakat 

Di lingkungan saya, fenomena ini sangat terasa. Baik anak muda maupun orang tua sibuk dengan gawai mereka. Waktu untuk membaca buku kalah oleh kebiasaan scroll media sosial. Platform seperti Facebook bahkan memiliki fitur monetisasi seperti Facebook Pro, yang mendorong para pengguna untuk belomba-lomba membuat konten demi keuntungan finansial. Dengan banyaknya hiburan ini, minat terhadap membaca buku menjadi kurang menarik.

Selain teknologi, faktor ekonomi juga memengaruhi minat baca. Banyak keluarga di Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali harus membantu orang tua mencari nafkah daripada meluangkan waktu untuk belajar.

Beberapa bahkan tidak menyelesaikan pendidikan dasar, atau sama sekali tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Akibatnya, mereka buta huruf dan tidak pernah mengenal pentingnya membaca.

Buku sering dianggap barang mewah. Prioritas utama mereka adalah kebutuhan pokok, bukan membeli buku. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan di mana rendahnya akses pendidikan memperkuat kemiskinan, yang pada gilirannya menghambat upaya meningkatkan literasi.

Game online juga menjadi tantangan besar. Generasi muda menghabiskan banyak waktu bermain game, mengabaikan pentingnya membaca. Dampaknya, mereka kehilangan kesempatan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis melalui literasi.

Tidak jarang, kecanduan gadget ini berujung pada masalah kesehatan, seperti gangguan penglihatan. Baru-baru ini, kasus anak-anak yang sudah memakai kacamata sejak dini karena terlalu sering menatap layar gadget menjadi perhatian publik.

Baca Juga :  Pendidikan Seksual: Mengapa Penting Untuk Generasi Muda

Menyelesaikan masalah ini tentunya tidaklah mudah dan memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, organisasi masyarakat, dan keluarga. Pemerintah dapat menggiatkan kampanye literasi nasional, seperti program Gerakan Literasi Sekolah yang bertujuan menanamkan budaya membaca sejak dini. Sekolah juga harus menyediakan buku-buku menarik yang sesuai dengan minat anak.

Di era digital, buku elektronik (e-book) bisa menjadi solusi. Dengan menggunakan teknologi, anak-anak dapat diakses ke ribuan buku dengan biaya rendah atau bahkan gratis. Selain itu, platform media sosial dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan konten edukatif yang menarik, sehingga membaca menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari.

Keluarga juga memegang peran penting. Orang tua perlu menjadi teladan dengan menunjukkan kebiasaan membaca di rumah. Membacakan cerita untuk anak atau mendiskusikan isi buku dapat menjadi langkah awal menumbuhkan kecintaan terhadap literasi secara tidak langsung.

Meningkatkan minat baca generasi muda adalah langkah penting untuk mewjudukan cita-cita Indonesia Emas 2045. Anak-anak yang gemar membaca akan menjadi generasi yang kritis, kreatif, dan inovatif. Mereka dapat menjadi penerus Soekarno atau pun Bung Hatta, membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Jika kita gagal membangkitkan minat baca, masa depan bangsa berada dalam ancaman. Ilmu pengetahuan tidak akan berkembang, dan harapan untuk menciptakan masyarakat yang maju bisa hilang. Oleh karena itu, mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung literasi demi masa depan Indonesia yang lebih gemilang.

Penulis : Refiliana / Universitas Dharmas Indonesia

Editor : Intan Permata

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Dampak Psikologis Pemutusan Hubungan Kerja
Mindset adalah Doa dalam Pandangan Islam
Islam Menjunjung Tinggi Kesetaraan Gender
Menjelajahi Cakrawala Hukum: Mengapa Studi Perbandingan Mazhab dan Ilmu Hukum Relevan di Era Kekinian
Cinta Beda Agama: Bagaimana Islam dan Negara Menyikapinya?
Memahami Latar Belakang Mazhab dan Urgensi Bermadzhab dalam Islam
Dibalik Pagar Pendidikan Agama, Pelajaran Berharga Mengarungi Kehidupan
Hukum Mengambil Gambar dengan Kamera Menurut Ulama Kontemporer

Berita Terkait

Selasa, 29 Juli 2025 - 11:41 WIB

Dampak Psikologis Pemutusan Hubungan Kerja

Kamis, 17 Juli 2025 - 15:13 WIB

Mindset adalah Doa dalam Pandangan Islam

Kamis, 17 Juli 2025 - 13:58 WIB

Islam Menjunjung Tinggi Kesetaraan Gender

Kamis, 17 Juli 2025 - 13:46 WIB

Menjelajahi Cakrawala Hukum: Mengapa Studi Perbandingan Mazhab dan Ilmu Hukum Relevan di Era Kekinian

Rabu, 16 Juli 2025 - 19:42 WIB

Cinta Beda Agama: Bagaimana Islam dan Negara Menyikapinya?

Berita Terbaru