Jadi, Ini Warna Pink Putih atau Toska Abu? Jangan Bingung! Kenali Jawabannya Lewat Social Representation Theory!

- Jurnalis

Selasa, 31 Desember 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

sumber: Tanyarl on Twitter

sumber: Tanyarl on Twitter

Kalian pasti pernah dong melihat gambar sepatu itu berseliweran di media sosial? Hiburan di media sosial seakan-akan ga ada habisnya, ya! Sebagian hiburan ini kadang berasal dari realitas yang ada tapi diolah menjadi sebuah lelucon seperti meme atau tebak-tebakan kocak, dan sebagian lagi memang diciptakan untuk meramaikan jagat maya.

Namun, jangan salah sangka, hiburan seperti ini pun kadang bisa berujung pada perdebatan panjang. Perbedaan sudut pandang membuat orang-orang melihat sebuah objek atau pembahasan secara berlainan pula. Salah satunya contohnya adalah sepatu ini. Foto yang menjadi sorotan warganet akhir-akhir ini memicu perdebatan karena warnanya.

Foto ini pertama kali diunggah oleh akun Facebook bernama Nicole Coulthard. Foto tersebut langsung menyebar dengan cepat di berbagai media sosial. Bukan karena harga ataupun mereknya, tapi yang menjadi perdebatan masyarakat adalah soal warnanya.

Ada dua kubu yang mempertahankan pendapat mereka, yakni warna abu-tosca, dan pink-putih. Jika diperhatikan, warna dari foto ini memang rancu sih. Kalau pencahayaan saat pengambilan gambar memang seperti itu, maka sepatu benar berwarna abu-tosca, tapi jika sepatu difoto dalam keadaan gelap, maka bisa jadi warnanya adalah pink-putih. Kamu tim yang mana nih?

Jangan bingung! Ternyata sepatu ini ada hubungannya, loh sama ‘Blue-Green Experiment’ milik Moscovici!

Nah, secara ga langsung sebenernya gambar itu mirip loh sama salah satu eksperimen milik Moscovici yakni ‘Blue-Green Experiment’. ‘Blue-Green Experiment’ adalah sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Moscovici pada tahun 1969.

Selama bertahun-tahun, para psikolog sosial lebih fokus pada bagaimana mayoritas mempengaruhi minoritas. Namun, Moscovici tertarik pada pertanyaan yang sebaliknya: Bagaimana mungkin sebuah kelompok minoritas bisa mempengaruhi mayoritas? Eksperimen ‘Blue-Green’ dirancang untuk menjawab pertanyaan ini.

Meskipun eksperimen ini lebih terkenal dalam konteks pengaruh minoritas, ia juga relevan dengan teori representasi sosial yang dikembangkan oleh Moscovici. Dalam konteks eksperimen ‘Blue-Green’, representasi sosial terlihat dalam bagaimana anggota kelompok membentuk pemahaman bersama mengenai warna yang dilihat.

Fiveable.Inc (2024) dalam artikelnya menjelaskan bahwa dalam eksperimen ini, partisipan yang merupakan sekelompok mahasiswa diminta untuk mengamati serangkatan slide berwarna biru dan menyebutkan warna dari gambar ambigu yang mereka lihat.

sumber: Thibaut Missiaen on YouTube
sumber: Thibaut Missiaen on YouTube

Di antara kelompok ini, terdapat kelompok mayoritas yang mengatakan bahwa slide tersebut berwarna biru. Namun, beberapa mahasiswa lain (berperan sebagai minoritas) diberi instruksi khusus untuk secara konsisten mengatakan bahwa slide tersebut berwarna hijau, meskipun kenyataannya berwarna biru. Hasilnya cukup mengejutkan.

Meskipun kelompok minoritas ini hanya terdiri dari beberapa orang, mereka berhasil mempengaruhi sebagian besar (mayoritas) peserta untuk mengatakan bahwa slide tersebut berwarna hijau, atau setidaknya ragu-ragu antara biru dan hijau.

Secara tidak langsung, kelompok minoritas dapat mempengaruhi persepsi kelompok mayoritas, sehingga mereka juga mulai melihat warna tersebut sebagai hijau, meskipun kenyataannya warna itu adalah biru.

Eksperimen ini menunjukkan bagaimana kelompok minoritas bisa mempengaruhi representasi sosial yang diterima oleh kelompok mayoritas, bagaimana ide dapat diterima dan dipertahankan dalam masyarakat, serta bagaimana representasi sosial bisa dibentuk oleh kelompok kecil dalam suatu masyarakat.

Eksperimen ini penting karena memperlihatkan peran minoritas dalam perubahan sosial, yang berfungsi sebagai dasar dari teori representasi sosial yang dikembangkan oleh Moscovici. Teori ini menyatakan bahwa pengetahuan sosial dibentuk oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat, dan bagaimana ide-ide minoritas bisa berdampak besar dalam membentuk pandangan umum.

Terus, Social Representation Theory itu Sebenernya Apa Sih?

Serge Moscovici, merupakan seorang psikolog sosial terkemuka yang memperkenalkan kita pada konsep yang menarik, yakni representasi sosial pada tahun 1961. Teori ini mengajak kita untuk berpikir tentang bagaimana kita sebagai manusia bersama-sama  menciptakan pemahaman tentang dunia sekitar.

Sebuah buku milik Van Lange et al. (2012) yang berjudul ‘Handbook of Theories of Social Psychology’ menjelaskan cukup detail mengenai Social Representation Theory (SRT) ini. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa teori ini mencoba untuk memahami bagaimana pengetahuan umum tentang dunia sosial dibentuk dan dibagikan dalam suatu kelompok.

Baca Juga :  Pengaruh Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental Anak

Dengan kata lain, bagaimana sebuah ide atau konsep yang kompleks bisa dipahami dan diinterpretasikan secara berbeda oleh berbagai kelompok masyarakat.

Setiap kelompok sosial tentu saja memiliki nilai dan standar yang berbeda. Maka dari itu, mereka secara tidak langsung akan memberi identitas bagi individu tersebut ketika berada dalam suatu kelompok. Singkatnya, representasi sosial dapat didefinisikan sebagai cara kelompok masyarakat dalam mengorganisasikan, memberi makna, dan memahami dunia di sekitar mereka.

Menurut Moscovici, representasi sosial berfungsi sebagai “peta mental” yang membantu individu memahami dan berinteraksi dengan dunia sosial mereka. Representasi sosial ini bersifat dinamis, dapat berkembang, dan berubah seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman hidup seseorang akibat dari interaksi sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali menganggap bahwa pengetahuan kita tentang dunia adalah sesuatu yang objektif dan netral. Namun, Moscovici berargumen bahwa pengetahuan kita sebenarnya merupakan hasil dari konstruksi sosial. Artinya, pemahaman kita tentang dunia tidak hanya dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, tetapi juga oleh interaksi dengan orang lain, budaya, dan media.

Misalnya, bayangkan bagaimana kita memahami konsep “kesehatan”. Bagi sebagian orang, kesehatan mungkin diartikan sebagai ketiadaan penyakit, sementara bagi yang lain, kesehatan juga mencakup kesejahteraan mental dan sosial. Perbedaan tersebut mencerminkan pengalaman pribadi dan nilai budaya yang berbeda.

Moscovici mengidentifikasi beberapa proses kunci dalam pembentukan representasi sosial, yakni: objectification dan anchoring.

  1. Objectification adalah proses dimana ide atau konsep abstrak dijadikan nyata melalui gambaran atau simbol yang lebih konkrit sehingga dapat dipahami orang lain. Misalnya, konsep “demokrasi” dapat diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol seperti bendera, lagu kebangsaan, atau pemilihan umum.
  2. Anchoring adalah proses menghubungkan konsep baru dengan pengetahuan yang sudah ada dalam pikiran individu. Dengan kata lain, fenomena baru diberi makna dengan mengaitkannya dengan sesuatu yang sudah dikenal sebelumnya agar bisa diterima dan dimengerti dalam konteks yang lebih luas. Misalnya, ketika pertama kali mendengar “kecerdasan buatan” orang akan cenderung menghubungkannya dengan konsep yang sudah familiar, seperti robot atau komputer.

Konsep representasi sosial ini penting dalam menjelaskan berbagai fenomena sosial, seperti sikap terhadap teknologi, politik, agama, dan isu-isu sosial lainnya. Representasi sosial membantu menjelaskan bagaimana masyarakat membentuk sikap kolektif terhadap isu-isu ini dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perilaku individu dalam kelompok sosial mereka. Misalnya, representasi sosial tentang peran perempuan dalam masyarakat dapat mempengaruhi bagaimana perempuan dipandang, diterima, dan berinteraksi dalam dunia kerja atau keluarga.

Lebih jauh lagi, teori ini juga memberi penekanan pada pentingnya bahasa dan komunikasi dalam pembentukan representasi sosial. Diskursus yang ada dalam masyarakat, baik itu dalam media massa, percakapan sehari-hari, maupun dalam diskusi publik, berperan penting dalam membentuk dan memperkuat representasi sosial.

Dengan memahami bagaimana representasi sosial dibentuk dan berkembang, kita dapat lebih memahami bagaimana masyarakat berfungsi dan bagaimana individu beradaptasi dalam dunia sosial mereka.

Secara keseluruhan, teori representasi sosial menurut Serge Moscovici memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana pengetahuan sosial terbentuk, dipertukarkan, dan dipahami dalam konteks sosial.

Melalui konsep representasi sosial, kita dapat melihat bagaimana ide, sikap, dan pengetahuan dibentuk dalam masyarakat, serta bagaimana hal tersebut memengaruhi perilaku dan interaksi sosial individu dalam kehidupan sehari-hari.

Lalu, Apa Hubungannya antara Moscovici’s Blue-Green Color Perception Study, SRT, dengan Kasus Meme Sepatu yang Beredar di Internet Itu?

sumber: tirto.id
sumber: tirto.id

Konsep SRT sendiri dapat digunakan untuk memahami fenomena viral seperti meme sepatu tersebut. Dimana, sebelumnya dijelaskan bahwasannya SRT sendiri merupakan cara kita memberi makna dan memahami dunia sekitar, baik dalam media massa, hingga bagaimana individu beradaptasi dalam dunia sosial mereka.

Teori ini juga meyakini bahwa individu dan masyarakat saling mempengaruhi dan berinteraksi dalam mengkonstruksi makna dan realitas di masyarakat.  Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa representasi sosial dipahami sebagai elaborasi kolektif akan objek-objek sosial, oleh sekelompok masyarakat, dengan tujuan memudahkan perilaku dan komunikasi (Moscovici, dalam Farr, 1993).

Baca Juga :  Manfaat Membaca Buku bagi Pelajar: Membentuk Pola Pikir Kritis dan Empati Mendalam

Fenomena sepatu tersebut menimbulkan perdebatan bagi para netizen. Terdapat dua kubu yang mempertahankan pendapat mereka, yakni warna abu-tosca, dan pink-putih. Jika dilihat dari kacamata SRT, kedua kubu tersebut memiliki dua pengetahuan umum yang berbeda.

Dalam keadaan tersebut, cahaya dan bayang-bayang benda mempengaruhi persepsi otak kedua kubu tersebut terhadap warna. Mungkin saja, ketika berada di ruangan dengan cahaya yang cukup, maka sepatu tersebut akan berwarna abu-tosca karena lingkungan di sekitarnya diterangi cahaya biru. Dikutip dalam Tirto.id menyebutkan bahwa Para ilmuwan setuju bahwa pencahayaan berpengaruh terhadap persepsi warna, tetapi mereka juga punya asumsi lain.

Menurut mereka, hal lain berperan terhadap persepsi warna tersebut adalah preferensi warna dan pengalaman sebelumnya. Persepsi warna pada seseorang biasanya dipengaruhi kemampuan adaptasi responden terhadap rangsangan cahaya. Namun, bisa juga perbedaan itu dipengaruhi kesukaan responden terhadap sebuah warna, sehingga ada pengaruh budaya terhadap preferensi bagaimana kedua kubu tersebut melihat ataupun memaknai  warna.

Hal itu lumrah ketika responden melihat gambar tersebut, ada hal dalam bawah sadar yang mempengaruhinya, yang tentunya semua orang akan memiliki alam bawah sadar yang berbeda, sehingga mempengaruhi representasi sosial mereka pula.

Hal itu tentu berkaitan dengan SRT dimana persepsi dan representasi sebuah kelompok terhadap suatu benda berkaitan dengan budaya, lingkungan, dan faktor eksternal lainnya. Karena Teori Representasi Sosial ini membantu individu untuk menginterpretasikan dunia sosial mereka dan berinteraksi dengan orang lain, maka fenomena ini terbukti bahwa diskusi ataupun interaksi publik terjadi atas dasar bagaimana sebuah kelompok mempersepsikan perbedaan warna sepatu tersebut hingga bahkan menjadi perbincangan yang cukup hangat di media sosial.

Perbedaan pendapat antara kedua kubu tersebut mampu menciptakan komunikasi antar kelompok (dalam hal ini kubu), yang mana kubu abu-tosca dan pink-putih. Bahkan tidak hanya di kehidupan maya, tapi dalam kehidupan nyata pun, SRT dalam fenomena ini dapat membuat banyak orang saling berinteraksi.

sumber: Tanyarl on Twitter
sumber: Tanyarl on Twitter

Selain berkaitan dengan teorinya, fenomena sepatu ini juga berkaitan dengan eksperimen Moscovici, yang mana warganet bisa memiliki pemikiran lain ketika melihat komentar pada akun media sosial @tanyaurl tersebut. Persepsi dan representasi seseorang terhadap sepatu tersebut tentu berbeda.

Ketika kelompok mayoritas (termasuk saya) berpikiran bahwa sepatu tersebut berwarna pink-putih, dan dihadapkan dengan sebuah komentar (secara tidak langsung kelompok minoritas) bahwasannya sepatu tersebut berwarna abu-tosca, maka mungkin saja saya dan kelompok mayoritas tersebut mulai memiliki pandangan yang sama.

Dimana warna sepatu tersebut menjadi abu-tosca. Proses pembentukan pendapat tersebut tentu saja melibatkan komunikasi sosial dan dapat berkembang ataupun berubah seiring berjalannya waktu. Dengan demikian, meme sepatu dua warna, perbedaan persepsi terkait warna sepatu menunjukkan bagaimana representasi sosial bisa dipengaruhi oleh opini minoritas.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana persepsi dan representasi individu terhadap objek dapat dipengaruhi oleh perspektif kelompok kecil atau diskusi sosial di internet.


REFERENSI

  • Fiveable. (2024). Moscovici’s blue-green color perception study. Fiveable. https://fiveable.me/key-terms/social-psychology/moscovicis-blue-green-color-perception-study

  • Indarwati, I., Nurfadilla, N., Bangsawan, A. H., Ramadhan, F., Rismawati, R., & Muliarta, A. (2024). Melampaui layar: Dinamika kelas sosial dalam Uang Panai menurut Antonio Gramsci. JINDAR: Journal of Interdisciplinary Language Studies and Dialect Research, 1(1), 28–38. https://doi.org/10.31849

  • Sutanto, O., & Nurrachman, N. (2018). Makna kewirausahaan pada etnis Jawa, Minang, dan Tionghoa: Sebuah studi representasi sosial. Jurnal Psikologi Ulayat, 5(1), 86–108. https://doi.org/10.24854/jpu12018-75

  • Van Lange, P. A. M., Kruglanski, A. W., & Higgins, E. T. (Eds.). (2012). Handbook of theories of social psychology (Vol. 2). Sage Publications.

    Penulis : Felita Safa Alya / Prodi Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia

    Editor : Anisa Putri

    Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Mengelola FoMO dalam Strategi Pemasaran Produk Lokal di Era Digital
Hukum: Fungsi, Masalah, dan Solusi dalam Implementasinya
Pers – Peran, Tantangan, dan Solusinya
Peran Anak Muda dalam Meningkatkan Ekonomi di Era Digital
Perilaku Bullying di Kalangan Remaja: Sebuah Ancaman Serius
Bahaya Narkoba bagi Pelajar, Ancaman Nyata bagi Masa Depan
Peran Penting Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045
Keselamatan Lalu Lintas: Tanggung Jawab Bersama untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Berita Terkait

Kamis, 26 Juni 2025 - 16:30 WIB

Mengelola FoMO dalam Strategi Pemasaran Produk Lokal di Era Digital

Senin, 17 Februari 2025 - 18:20 WIB

Hukum: Fungsi, Masalah, dan Solusi dalam Implementasinya

Senin, 17 Februari 2025 - 17:39 WIB

Pers – Peran, Tantangan, dan Solusinya

Minggu, 9 Februari 2025 - 20:59 WIB

Peran Anak Muda dalam Meningkatkan Ekonomi di Era Digital

Minggu, 9 Februari 2025 - 18:26 WIB

Perilaku Bullying di Kalangan Remaja: Sebuah Ancaman Serius

Berita Terbaru

Dua profesional sedang bekerja bersama dengan penuh fokus, mencerminkan etos kerja yang terencana, terstruktur, dan produktif sebagaimana diajarkan dalam Islam. Foto: Pexels/Mikhail Nilov

Opini

Sarjana Muslim di Tengah Tantangan Dunia Kerja

Senin, 30 Jun 2025 - 21:30 WIB