Dulu, dunia fashion identik dengan brand besar dan runway mewah. Sekarang, peta kekuatan itu berubah drastis. Generasi Z hadir membawa warna baru. Anak-anak muda yang tumbuh di era internet ini bermunculan dengan brand kreatif, feed Instagram yang tertata rapi, serta ide-ide segar yang membuat industri fashion seperti memainkan ulang aturan mainnya. Mereka bukan lagi sekadar pembeli, melainkan pencipta tren, pencerita visual, sekaligus penggerak perubahan dalam industri yang dulu terasa eksklusif. Lalu, apa sebenarnya rahasia mereka?
Dominasi Gen Z di dunia fashion menandai pergeseran besar dalam cara memandang pakaian. Bagi mereka, fashion bukan hanya soal apa yang dikenakan, tetapi tentang siapa diri mereka. Setiap kaus, hoodie, atau aksesori menjadi medium untuk menyampaikan identitas, nilai, dan cara pandang terhadap dunia. Itulah sebabnya banyak brand milik Gen Z terasa lebih hidup dan personal. Fashion berubah fungsi, dari sekadar produk menjadi alat komunikasi.
Alasan Gen Z terjun ke bisnis fashion juga tidak tunggal. Di satu sisi, mereka ingin mengekspresikan kreativitas dan selera personal. Brand menjadi cermin visi dan karakter diri. Di sisi lain, ada dorongan kuat untuk mandiri secara finansial.
Dengan memanfaatkan media sosial dan marketplace, mereka bisa memulai usaha dengan modal yang relatif terjangkau. Tidak berhenti di situ, banyak dari mereka juga membawa misi sosial. Isu keberlanjutan, penolakan fast fashion, inklusivitas, hingga body positivity sering kali menjadi napas utama brand mereka.
Brand lokal seperti Erigo, NeverTooLavish, dan Thanksinsomnia menjadi contoh nyata. Dibangun oleh anak muda, brand-brand ini mampu menembus pasar yang lebih luas karena jeli membaca tren dan berani tampil beda. Kesuksesan mereka menunjukkan bahwa Gen Z tidak hanya menjual produk, tetapi juga nilai dan cerita yang relevan dengan zamannya.
Salah satu kekuatan terbesar Gen Z terletak pada kecerdasan digital. Mereka adalah generasi yang akrab dengan internet, media sosial, dan algoritma sejak dini. Teknologi bukan sekadar alat bantu, melainkan bagian dari keseharian.
Mereka paham cara membuat konten yang menarik, membangun komunitas daring, dan menjual cerita di balik produk. TikTok dan Instagram bukan hanya etalase, tetapi panggung untuk menunjukkan karakter brand dan membangun kedekatan dengan audiens.
Selain itu, kepekaan mereka terhadap tren patut diperhitungkan. Perubahan gaya global bisa mereka tangkap dengan cepat, lalu diolah menjadi sesuatu yang baru. Tren Y2K, streetwear, hingga gaya eksperimental lain dimodifikasi agar terasa lebih relevan dan segar. Keberanian untuk mencoba dan tidak takut gagal menjadi kunci. Bagi Gen Z, kegagalan bukan akhir, melainkan bahan belajar.
Tentu saja, perjalanan ini tidak selalu mulus. Persaingan yang padat membuat pasar bergerak sangat cepat. Ketergantungan pada algoritma media sosial juga menjadi tantangan tersendiri, karena performa penjualan bisa naik turun drastis. Tekanan untuk terus relevan dan kreatif kerap memicu kelelahan mental. Namun, Gen Z belajar beradaptasi dengan kondisi ini.
Beberapa strategi pun mereka terapkan. Identitas brand diperkuat agar tetap dikenali meski tren berubah. Pengelolaan keuangan mulai diperhatikan dengan lebih disiplin, karena banyak bisnis muda tumbang bukan karena produknya buruk, tetapi karena manajemen yang lemah.
Mereka juga tidak bergantung pada satu platform saja, melainkan menyebar ke berbagai kanal digital. Kolaborasi dengan kreator lain atau komunitas menjadi cara efektif memperluas jangkauan. Di atas semua itu, kualitas produk tetap dijaga, karena hype hanya bersifat sementara, sementara kepuasan pelanggan menentukan umur brand.
Di tengah derasnya arus digital dan kompetisi global, Gen Z membuktikan bahwa keberanian tampil berbeda adalah kekuatan utama. Kreativitas, pemahaman audiens, dan kemampuan mengubah ide sederhana menjadi gerakan besar menjadikan mereka pionir baru di industri fashion. Inovasi sudah menjadi bagian dari identitas mereka.
Menurut saya, Gen Z bukan sekadar generasi baru dalam dunia fashion. Mereka adalah arsitek baru industri ini. Perpaduan antara kreativitas visual, keberanian bereksperimen, kepedulian sosial, dan kecerdasan digital membuat mereka mampu mendefinisikan ulang makna fashion. Bukan lagi sekadar barang dagangan, melainkan medium ekspresi dan nilai. Dengan energi dan visi yang mereka miliki, masa depan fashion tampak semakin terbuka di tangan mereka.
Rahasia Gen Z dalam menguasai dunia fashion modern terletak pada kombinasi kecerdasan digital, kepekaan tren, keberanian bereksperimen, autentisitas brand, serta kepedulian terhadap isu sosial. Mereka tidak hanya mengikuti arus, tetapi menciptakan arus baru. Fashion modern kini berbicara tentang cerita, identitas, dan makna. Bagi siapa pun yang ingin memahami arah industri ke depan, mengamati langkah Gen Z adalah kunci penting.
Refensi
- Jurnal Economic Resource (JER),Universitas Muslim Indonesia. (2025) “Stylish and Sustainable: How Gen Z in Indonesia is Shaping the Future of Fashion” https://doi.org/10.57178/jer.v8i2.1557
- Jurnal Anggaran: Publikasi Ekonomi & Akuntansi (2025) “Pemanfaatan TikTok sebagai Media Pemasaran Brand Fashion Arkline untuk Menarik Konsumen Gen Z” https://doi.org/10.61132/anggaran.v3i2.1472
Penulis : Silvi Rok'ma Wati | Mahasiswa Program Studi Manajemen | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Muhammadiyah Malang
Editor : Anisa Putri









