Karanganyar, Sorotnesia.com – Wangi khas daun nilam kini menjadi aroma perubahan di Desa Segorogunung, Kabupaten Karanganyar. Melalui program Pendampingan Pengolahan Pascapanen Tanaman Nilam untuk Peningkatan Nilai Tambah, Tim KKN Universitas Sebelas Maret (UNS) berhasil membantu masyarakat setempat mengolah hasil panen nilam menjadi minyak atsiri bernilai tinggi. Kegiatan yang digelar pada Senin (18/8/2025) itu dihadiri warga dengan antusias, menandai langkah baru dalam pemberdayaan ekonomi desa.
Tanaman nilam yang dibudidayakan di Segorogunung merupakan semak tropis yang kaya manfaat. Dari daunnya, dapat diekstraksi minyak atsiri atau minyak nilam bahan utama industri parfum, dupa, kosmetik, hingga obat herbal.
Potensi nilam dinilai besar karena permintaannya terus meningkat, sementara produk penggantinya belum ditemukan. Dalam konteks ini, masyarakat Segorogunung mulai menanam nilam sejak pertengahan 2024 dengan pendampingan Dr. Ir. Yudi Rinanto, M.P. dan mahasiswa KKN UNS.
Menurut Tim KKN UNS Desa Segorogunung, pendampingan ini lahir dari kebutuhan nyata di lapangan.
“Selama ini petani di Segorogunung hanya menjual daun nilam dalam bentuk basah atau kering karena belum memiliki alat dan pengetahuan penyulingan. Melalui program ini, kami ingin masyarakat bisa mengolah hasil panen secara mandiri agar memiliki nilai jual yang lebih tinggi,” jelas mereka.
Harga minyak nilam di pasar memang menggiurkan. Di tingkat perusahaan penyulingan, nilainya berkisar Rp500–550 ribu per kilogram. Bahkan di tingkat eksportir, harganya bisa mencapai Rp700–800 ribu per kilogram. Sayangnya, potensi besar itu belum banyak dirasakan warga sebelum adanya pendampingan.
Tahap panen nilam di Segorogunung berlangsung dari 11 hingga 18 Agustus 2025. Setelah dipetik, daun nilam dijemur hingga kering untuk menurunkan kadar air sebelum proses penyulingan. Proses ini memakan waktu dan ketelitian tinggi, karena sedikit kesalahan dapat menurunkan kualitas minyak.
“Proses pengolahan memang tidak mudah dan memerlukan waktu yang lama, itupun bergantung pada cuaca untuk pengeringan. Selain itu, proses penyulingan juga memerlukan kurang lebih enam hingga tujuh jam untuk mendapatkan minyak nilam,” ujar Pak Sumadi, salah satu warga yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Proses pengumpulan minyak juga dilakukan dengan teliti. Minyak nilam yang mengambang di atas air distilasi diambil menggunakan spons, disaring dengan saringan khusus, lalu disimpan dalam wadah bersih. Ketelitian dalam setiap tahap ini menjadi kunci agar kualitas minyak tetap terjaga.

Selain praktik langsung, kegiatan pendampingan juga diisi dengan sesi pemaparan dan tanya jawab seputar budidaya nilam. Warga diajak memahami tahapan pembibitan, penanaman, pengeringan, serta strategi menjaga stabilitas harga minyak di pasar.
“Kami berharap masyarakat memiliki wawasan lebih luas, tidak hanya dalam hal produksi tapi juga dalam hal pemasaran dan pengelolaan hasil pertanian secara berkelanjutan,” tambah Tim KKN UNS.
Program kerja KKN UNS di Desa Segorogunung berlangsung selama 45 hari. Selain fokus pada pengolahan pascapanen nilam, para mahasiswa juga merancang berbagai kegiatan penunjang lain.
Mereka membangun rumah pengeringan, mengembangkan pembuatan sabun dari ecoenzym, memperkenalkan Smart Irrigation System berbasis Soil Moisture Sensor, serta mengadakan kegiatan edukatif untuk anak-anak desa.
“Seluruh kegiatan kami arahkan agar masyarakat dapat merasakan manfaat langsung, baik dari sisi ekonomi, lingkungan, maupun kesehatan. Kami ingin keberadaan mahasiswa KKN benar-benar memberikan dampak jangka panjang bagi Desa Segorogunung,” ungkap Tim KKN UNS.
Tim ini terdiri dari Muhammad Azzis Nauval (Ilmu Tanah), Dhimas Fajar Albani (Teknik Elektro), ‘Aisy Abhista Rachmadian (Kimia), Elna Putri Heryana (Kimia), Fachrunisa Fitri Mufida (Kimia), Garda Prima Sancaka, Isma Alifia Nisa (Teknik Elektro), Muhammad Bintang Prakoso (Pendidikan Biologi), Nurul Yasmina Fajri (Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok), dan Zidfina Zulfa (Sastra Arab).
Sinergi lintas bidang ini menjadikan setiap program memiliki dimensi praktis dan inovatif. Mereka bekerja saling melengkapi, menerjemahkan teori kampus menjadi solusi lapangan yang konkret.
Dengan kolaborasi ini, masyarakat Segorogunung kini mampu memproduksi minyak atsiri sendiri. Keberhasilan tersebut menjadi bukti nyata bahwa ilmu pengetahuan bisa berdaya guna ketika diterapkan dengan pendekatan humanis dan partisipatif.
Kegiatan pendampingan nilam bukan hanya sekadar pelatihan teknis, tetapi juga langkah awal menuju kemandirian ekonomi masyarakat. Sebelumnya, petani kerap menghadapi ketergantungan pada tengkulak. Kini, mereka mulai memahami nilai tambah dari produk olahan dan bersemangat memperluas budidaya nilam.
“Kami berharap program ini bisa menjadi pemantik agar masyarakat terus mengembangkan potensi lokal. Nilam hanyalah pintu masuk menuju banyak peluang baru di sektor pertanian dan wirausaha desa,” ujar Tim KKN UNS Desa Segorogunung.
Harapan itu kini tumbuh seiring aroma harum minyak nilam yang dihasilkan warga. Dari semak tropis yang sederhana, Segorogunung berhasil mengekstrak bukan hanya minyak, tetapi juga semangat kemandirian. Desa yang dulu hanya menjual daun kering kini menatap masa depan baru sebagai sentra minyak atsiri di lereng Karanganyar.
Penulis : Tim KKN UNS Desa Segorogunung
Editor : Intan Permata









