Bahasa merupakan salah satu identitas nasional yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai inti dari kebudayaan, bahasa berperan penting dalam membentuk sistem komunikasi serta menjadi unsur utama dalam pembentukan kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaan manusia tidak akan terwujud tanpa keberadaan bahasa, sebab bahasa adalah medium yang menyatukan nilai, norma, dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, bahasa dan budaya memiliki hubungan yang saling memengaruhi, sehingga menjaga kelestarian bahasa sama pentingnya dengan melestarikan kebudayaan itu sendiri.
Di Indonesia, yang dikenal sebagai negara multikultural, terdapat lebih dari 700 bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Sayangnya, perkembangan bahasa daerah kini menghadapi ancaman serius akibat globalisasi dan dominasi bahasa nasional serta bahasa asing. Hal ini membuat upaya melestarikan bahasa daerah menjadi suatu kebutuhan mendesak untuk menjaga kekayaan budaya bangsa.
Bahasa daerah mencerminkan karakteristik dan nilai-nilai masyarakat setempat. Sebagaimana diungkapkan oleh Chaer (2003:51), bahasa bersifat unik dan memiliki keterkaitan erat dengan budaya pemakainya. Setiap bahasa daerah memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri yang tidak ditemukan pada bahasa lain.
Pentingnya melestarikan bahasa daerah diperkuat oleh kenyataan bahwa beberapa bahasa daerah di Indonesia telah punah. Hingga 28 Oktober 2017, Badan Bahasa telah memetakan sebanyak 652 bahasa daerah di Indonesia, tidak termasuk dialek dan subdialek.
Namun, banyak di antaranya belum teridentifikasi secara menyeluruh, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Dari 652 bahasa daerah yang telah didata, hanya 71 bahasa yang telah dipetakan daya hidupnya, sementara sisanya masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui kondisi vitalitasnya.
Dalam buku “Bahasa dan Peta Bahasa” (2017) yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, disebutkan bahwa jumlah bahasa daerah yang telah diinventarisasi dan dideskripsikan mencapai 652 bahasa, belum termasuk dialek dan subdialek. Jika dilihat dari persebarannya per provinsi, jumlah bahasa di Indonesia mencapai 733 bahasa.
Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan sejak tahun 1991 hingga 2017, Provinsi Jambi memiliki tujuh bahasa daerah yang terdokumentasi, yaitu Bahasa Bajau Tungkal Satu, Banjar, Bugis, Jawa, Kerinci, Melayu Jambi, dan Minangkabau. Setiap bahasa ini memiliki kondisi daya hidup yang berbeda-beda.
Vitalitas suatu bahasa dapat ditentukan melalui berbagai indikator, seperti jumlah penutur, kontak bahasa, tingkat bilingualisme, dominasi bahasa dalam masyarakat, ranah penggunaan, sikap terhadap bahasa, regulasi, pembelajaran, dokumentasi, dan tantangan media baru.
Upaya revitalisasi bahasa daerah tidak hanya menjadi tanggung jawab Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, tetapi juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan lainnya, seperti pemerintah daerah, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, komunitas penutur, lembaga adat, dan institusi pendidikan.
Revitalisasi bahasa daerah merupakan langkah penting dalam perlindungan bahasa dan sastra. Menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra, upaya perlindungan bahasa dan sastra meliputi beberapa aspek, yaitu pemetaan bahasa, kajian vitalitas bahasa, konservasi, revitalisasi, dan registrasi.
Melalui langkah-langkah tersebut, tujuan utama revitalisasi bahasa daerah dapat tercapai, yaitu meningkatkan jumlah penutur muda yang aktif menggunakan bahasa daerah, menjaga keberlangsungan hidup bahasa dan sastra daerah, menciptakan ruang kreativitas bagi para penutur bahasa daerah, serta menemukan fungsi baru bagi bahasa dan sastra daerah di era modern.
Di Provinsi Jambi, misalnya, terdapat dua bahasa daerah yang memerlukan perhatian khusus untuk segera direvitalisasi, yaitu Bahasa Bajau di Tungkal Satu yang masuk kategori terancam punah dan Bahasa Kerinci yang kondisinya rentan. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk merevitalisasi kedua bahasa tersebut adalah melalui dokumentasi bahasa.
Dokumentasi ini bisa berupa penyusunan deskripsi tata bahasa, pengumpulan peribahasa, inventarisasi kosakata, serta pencatatan nyanyian dan cerita rakyat. Dokumentasi semacam ini menjadi fondasi penting untuk pelestarian bahasa daerah, karena memungkinkan generasi mendatang mengenal dan mempelajari bahasa yang diwariskan oleh leluhur mereka.
Pelestarian bahasa daerah merupakan upaya krusial untuk mempertahankan identitas budaya, warisan, dan keberagaman suatu bangsa. Bahasa daerah tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai pembawa nilai-nilai budaya, sejarah, dan tradisi yang telah ada sejak lama.
Namun, ancaman terhadap keberlangsungan bahasa daerah semakin nyata akibat dominasi bahasa nasional dan global, serta perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung meninggalkan akar budayanya.
Oleh karena itu, upaya pelestarian bahasa daerah harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Salah satu langkah strategis yang dapat ditempuh adalah memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Pendidikan formal memainkan peran penting dalam memastikan generasi muda tidak hanya mengenal, tetapi juga mencintai bahasa daerah mereka.
Selain pendidikan formal, penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari juga harus didorong. Bahasa daerah sebaiknya tidak hanya diajarkan di sekolah, tetapi juga digunakan dalam percakapan sehari-hari di rumah dan di lingkungan masyarakat.
Dengan demikian, anak-anak akan tumbuh dalam lingkungan yang menghargai keberagaman budaya dan bahasa. Di sisi lain, kampanye budaya yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya bahasa daerah dapat membantu meningkatkan kebanggaan generasi muda terhadap bahasa ibu mereka. Kebanggaan ini penting untuk memastikan bahasa daerah tetap hidup dan berkembang di tengah arus globalisasi.
Dokumentasi dan penelitian bahasa daerah juga merupakan bagian integral dari upaya pelestarian. Dalam proses ini, data tentang kosakata, tata bahasa, dan kebudayaan yang terkait dengan bahasa daerah perlu dikumpulkan dan didokumentasikan secara sistematis.
Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat berperan besar dalam mendukung upaya ini, misalnya melalui kebijakan pelestarian bahasa daerah, pendirian pusat studi bahasa daerah, serta penyelenggaraan festival dan lomba yang mengangkat tema budaya lokal.
Melestarikan bahasa daerah adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga individu. Upaya ini memerlukan pendekatan yang sistematis dan berkelanjutan, dengan memanfaatkan teknologi, kebijakan pendidikan, serta dukungan dari lembaga budaya dan masyarakat adat.
Jika tidak dilestarikan, bahasa daerah yang kaya akan nilai-nilai budaya ini berisiko punah, sehingga generasi mendatang tidak lagi dapat menikmati kekayaan budaya yang menjadi bagian dari identitas mereka. Oleh karena itu, setiap langkah kecil yang kita ambil untuk melestarikan bahasa daerah adalah kontribusi besar bagi keberagaman budaya dunia.
Penulis : Tri Rizki Saprianti / Universitas Dharmas Indonesia
Editor : Anisa Putri