Buka Mata, Mari Sadar! Kepunahan Keenam Dimulai dari Indonesia

- Jurnalis

Sabtu, 9 November 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Orang utan, salah satu fauna di Indonesi yang terancam dalam skenario kepunahan keenam global (Foto oleh Paulina L. Ela. https://orangutan.com/why-are-orangutans-endangered/)

Orang utan, salah satu fauna di Indonesi yang terancam dalam skenario kepunahan keenam global (Foto oleh Paulina L. Ela. https://orangutan.com/why-are-orangutans-endangered/)

Bumi kita telah berusia sekitar 4,5 miliar tahun, dan kehidupan di dalamnya diperkirakan muncul lebih dari 3 miliar tahun yang lalu. Dalam perjalanan panjang ini, telah terjadi enam kepunahan massal yang mengubah wajah planet ini. Salah satu kepunahan massal yang paling sering dibicarakan adalah lenyapnya dinosaurus sekitar 65 juta tahun yang lalu akibat bencana alam seperti hujan meteor, atau kepunahan megafauna yang terjadi pada akhir masa Pleistosen. Kedua peristiwa ini begitu populer, salah satunya berkat tayangan televisi yang terus mengingatkan kita.

Namun, tak banyak yang menyadari bahwa kepunahan keenam tengah berlangsung. Saat ini, di saat Anda membaca tulisan ini, mungkin saja ada satu spesies fauna lokal yang telah hilang akibat perubahan lingkungan atau satu spesimen tumbuhan langka yang diperdagangkan di pasar gelap, mempercepat ancaman kepunahan.

Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, berada di garis depan krisis global ini. Dalam sebuah laporan dari Sekretariat CBD (Convention on Biological Diversity) pada 2002, merosotnya keanekaragaman hayati di Indonesia bukan hanya ancaman bagi ekosistem liar lokal, tetapi juga bagi seluruh biosfer yang menopang kehidupan di planet ini.

Indonesia merupakan salah satu dari hanya 17 negara di dunia yang disebut sebagai pusat mega-biodiversitas, menyimpan sekitar 17% flora dan fauna dunia. Terletak strategis di kawasan tropis antara Asia dan Australia, Indonesia menjadi titik penting keanekaragaman hayati di Indo-Pasifik.

Namun, di balik karunia ini, Indonesia menghadapi tantangan ekologis yang besar. Kekayaan alam yang melimpah tidak sebanding dengan upaya konservasi yang dilakukan. Penebangan hutan, perusakan terumbu karang, dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan mengancam banyak spesies flora dan fauna untuk punah.

Baca Juga :  Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran Visual Menggunakan CapCut dan Canva di Sekolah Kanisius Sumber

Data dari Johnson dan tim dalam laporan USAID tahun 2019 menunjukkan bahwa kualitas kehidupan liar di Indonesia terus menurun. Indonesia telah kehilangan 40% tutupan hutan mangrove dalam tiga dekade terakhir akibat alih fungsi lahan, terutama untuk tambak. Hanya sekitar 30% terumbu karang di Indonesia yang berada dalam kondisi baik; sisanya rusak akibat perubahan iklim dan polusi. Hampir 2.500 spesies flora dan fauna Indonesia kini terancam punah, menurut laporan Forest Digest.

Kerusakan terumbu karang akibat pengeboman ikan (Foto oleh Profauna. https://www.profauna.net/sites/default/files/field/image/trumbu-karang-rusak_0.jpg)
Kerusakan terumbu karang akibat pengeboman ikan (Foto oleh Profauna. https://www.profauna.net/sites/default/files/field/image/trumbu-karang-rusak_0.jpg)

Berbagai penelitian menunjukkan dampak serius dari konversi lahan dan eksploitasi sumber daya alam terhadap kelestarian alam. Di Indonesia, upaya memenuhi kebutuhan manusia sering kali berhadapan langsung dengan pelestarian alam dalam diskusi yang kompleks. Ketidakpedulian masyarakat terhadap isu lingkungan menjadi salah satu penyebab utama.

Kebiasaan buruk seperti membuang sampah sembarangan dan penggunaan plastik yang berlebihan masih marak, dan edukasi lingkungan dalam kurikulum pendidikan masih sangat minim. Hal ini menciptakan generasi yang tidak peka terhadap isu kepunahan dan kerusakan lingkungan.

Di tingkat pemerintah, regulasi yang ada sering kali kurang kuat dalam melindungi kekayaan hayati. Izin eksploitasi sumber daya alam kerap dikeluarkan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Kasus konversi lahan hutan, pengerukan pasir lepas pantai, eksploitasi sumber daya mineral secara masif, hingga reklamasi liar tanpa perhitungan sering menghiasi berita dan menambah penderitaan bagi ekosistem lokal.

Selain itu, pembangunan nasional sering kali tidak selaras dengan janji pelestarian lingkungan. Banyak kebijakan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi jangka pendek daripada keberlanjutan alam.

Baca Juga :  Perlindungan Hukum bagi Kreditur dalam Perjanjian Jaminan Fidusia

Sebuah tulisan oleh Prof. Amien S. Leksono dari Universitas Brawijaya mengungkapkan bahwa Indonesia telah kehilangan 80% hutan daratan rendahnya akibat pembangunan yang dipercepat, terutama di Pulau Jawa. Akibatnya, Indonesia pernah disebut sebagai negara dengan kerusakan hutan tercepat di dunia oleh Guiness Book of Records.

Penggundulan hutan (deforestasi) yang masif untuk tujuan konversi lahan menjadi kebun sawit di Provinsi Riau tahun 2007 (Foto oleh Hayden. https://en.wikipedia.org/wiki/Deforestation_in_Indonesia#/media/File:Riau_palm_oil_2007.jpg)
Penggundulan hutan (deforestasi) yang masif untuk tujuan konversi lahan menjadi kebun sawit di Provinsi Riau tahun 2007 (Foto oleh Hayden. https://en.wikipedia.org/wiki/Deforestation_in_Indonesia#/media/File:Riau_palm_oil_2007.jpg)

Kepunahan spesies di Indonesia tak hanya menjadi masalah nasional. Dampaknya terasa lebih luas. Indonesia merupakan produsen ikan tangkap terbesar kedua di dunia, dan kerusakan ekosistem terumbu karang bisa mengancam rantai pasokan perikanan global, berpengaruh pada ketersediaan pangan internasional.

Selain itu, kerusakan hutan di Indonesia meningkatkan emisi karbon global, memperburuk perubahan iklim. Hutan hujan di Kalimantan dan Papua yang semakin berkurang turut mengancam kualitas udara di kawasan Asia-Australia.

Kehilangan biodiversitas di Indonesia tak hanya mengancam ketahanan sosial masyarakat lokal, tetapi juga bisa mengguncang kestabilan regional dan global. Konflik sumber daya dan migrasi besar-besaran bisa memicu ketegangan, memperburuk tantangan keamanan dunia.


Kepunahan keenam adalah masalah serius yang memerlukan perhatian kita semua. Setiap ekosistem saling terhubung, dan kehilangan keanekaragaman hayati Indonesia dapat menimbulkan efek domino yang mengancam keseimbangan ekosistem global.

Tindakan nyata sangat dibutuhkan, mulai dari peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan regulasi, hingga pelibatan masyarakat lokal dalam upaya pelestarian. Hanya dengan kolaborasi yang kuat, kita bisa menghentikan laju kepunahan dan melindungi kekayaan alam Indonesia, sekaligus masa depan planet ini. Gagalnya kita melestarikan keanekaragaman hayati berarti hilangnya masa depan kehidupan di bumi.

Penulis : Muhammad Irsyad Abiyusfi Ghafari | Mahasiswa Program Studi Doktor Biologi, Universitas Gadjah Mada

Editor : Anisa Putri

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Manajemen Inovasi: Peluang dan Tantangan di Era Disrupsi
Hak Asasi Manusia: Pilar Fundamental Kehidupan Bermasyarakat
Peran Organisasi Kepemudaan dalam Meningkatkan Pemahaman Wawasan Nusantara di Kalangan Pemuda Indonesia
Upaya Memperkuat Jati Diri Bangsa Melalui Pemahaman Wawasan Nusantara di Era Gempuran Kebudayaan Asing
Ketika Kuliah Bukan Lagi Tentang Belajar: Melawan Tren Hedonisme di Dunia Mahasiswa
Inovasi Sistem Sekolah untuk Membentuk Generasi Indonesia yang Unggul
Peran Orang Tua dalam Mendorong Motivasi Belajar Anak di Sekolah Dasar
Pendidikan Sangat Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Suku Anak Dalam

Berita Terkait

Selasa, 25 Maret 2025 - 21:32 WIB

Manajemen Inovasi: Peluang dan Tantangan di Era Disrupsi

Rabu, 22 Januari 2025 - 22:47 WIB

Hak Asasi Manusia: Pilar Fundamental Kehidupan Bermasyarakat

Kamis, 16 Januari 2025 - 19:16 WIB

Peran Organisasi Kepemudaan dalam Meningkatkan Pemahaman Wawasan Nusantara di Kalangan Pemuda Indonesia

Kamis, 16 Januari 2025 - 19:09 WIB

Upaya Memperkuat Jati Diri Bangsa Melalui Pemahaman Wawasan Nusantara di Era Gempuran Kebudayaan Asing

Kamis, 16 Januari 2025 - 12:16 WIB

Ketika Kuliah Bukan Lagi Tentang Belajar: Melawan Tren Hedonisme di Dunia Mahasiswa

Berita Terbaru

Ilustrasi foto. (freepik)

Opini

Manajemen Inovasi: Peluang dan Tantangan di Era Disrupsi

Selasa, 25 Mar 2025 - 21:32 WIB