Analisis Kenaikan PPN 12% di Indonesia: Sebuah Upaya Menjaga Stabilitas Ekonomi

- Jurnalis

Sabtu, 11 Januari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi/uir.ac.id

Ilustrasi/uir.ac.id

Pada awal tahun 2025, pemerintah Indonesia secara resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kebijakan ini merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa kenaikan ini hanya akan berlaku untuk barang dan jasa yang tergolong mewah, sehingga tidak berdampak pada kebutuhan pokok masyarakat. Meskipun demikian, wacana ini memicu pro dan kontra di kalangan berbagai pihak, mulai dari pengamat ekonomi hingga masyarakat umum.

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan tersebut dari sudut pandang ekonomi, sosial, dan keberlanjutan, sambil mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai lapisan masyarakat.

Mengapa PPN Dinaikkan?

PPN merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara. Di Indonesia, penerimaan pajak sangat penting untuk mendanai pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program sosial. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, kontribusi PPN mencapai hampir 40% dari total penerimaan pajak negara. Namun, pemerintah sering menghadapi tantangan berupa basis pajak yang sempit dan tingkat kepatuhan yang rendah.

Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 merupakan langkah awal untuk meningkatkan penerimaan negara. Kini, peningkatan menjadi 12% dimaksudkan untuk menciptakan kestabilan fiskal jangka panjang. Akan tetapi, untuk menghindari dampak buruk bagi masyarakat kecil, pemerintah membatasi kenaikan ini hanya untuk barang mewah, seperti kendaraan sport, perhiasan mahal, dan rumah mewah.

Menunjang Pembangunan Tanpa Memberatkan Masyarakat Umum

Pendukung kebijakan ini berpendapat bahwa langkah tersebut merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat kelas menengah ke bawah. Barang dan jasa mewah merupakan komoditas yang dikonsumsi oleh kalangan atas, sehingga dampak langsungnya hanya dirasakan oleh mereka yang mampu.

Baca Juga :  Mengalahkan Keraguan Diri Dapat Mengubah Hidup

Dari perspektif ekonomi, kebijakan ini dapat dianggap sebagai upaya redistribusi pendapatan. Dengan memajaki barang mewah, negara memperoleh pendapatan tambahan yang dapat dialokasikan untuk program kesejahteraan sosial. Selain itu, langkah ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil, karena kebutuhan pokok seperti beras, telur, susu, dan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan tetap bebas dari PPN.

Risiko Terhadap Daya Saing dan Potensi Efek Domino

Meskipun kebijakan ini terlihat ideal di atas kertas. Namun, ada beberapa pihak mengkritiknya karena berpotensi menimbulkan dampak negatif jangka panjang. Salah satu kekhawatiran utama adalah daya saing industri barang mewah di Indonesia. Kenaikan tarif PPN dapat membuat harga barang mewah domestik menjadi lebih mahal dibandingkan dengan barang impor atau pasar gelap, sehingga melemahkan daya tarik pasar lokal.

Selain itu, efek domino dari kebijakan ini tidak dapat diabaikan. Misalnya, jika produsen barang mewah mengalami penurunan penjualan, sektor-sektor pendukung seperti manufaktur, transportasi, dan pemasaran juga akan terkena dampak. Hal ini pada akhirnya dapat berujung pada pengurangan tenaga kerja di sektor-sektor tersebut.

Dilema Pajak Progresif: Adil atau Tidak?

Kebijakan pajak progresif seperti ini sering kali menuai dilema. Di satu sisi, pajak tinggi pada barang mewah dianggap adil karena menyasar kelompok dengan kemampuan ekonomi tinggi. Namun, di sisi lain, kelompok masyarakat atas sering kali memiliki kemampuan untuk menghindari pajak, baik melalui pembelian di luar negeri maupun praktik lainnya. Akibatnya, efektivitas kebijakan ini dalam meningkatkan penerimaan negara dapat dipertanyakan.

Baca Juga :  Pendidikan Berbasis Teknologi: Menyongsong Era Digital dalam Dunia Pendidikan

Publik Terhadap Kebijakan Pajak

Keberhasilan kebijakan ini juga sangat bergantung pada persepsi publik. Jika masyarakat, terutama kelas menengah ke atas, merasa kebijakan ini tidak disertai dengan peningkatan pelayanan publik, maka legitimasi pemerintah dapat dipertanyakan.

Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa penerimaan tambahan dari kenaikan PPN benar-benar dialokasikan untuk sektor-sektor yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Rekomendasi Kebijakan

  • Transparansi Anggaran: Pemerintah harus memberikan laporan berkala tentang penggunaan dana hasil kenaikan PPN. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat.
  • Inklusi Sosial: Selain memfokuskan pada barang mewah, pemerintah juga perlu memperluas basis pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dari sektor informal.
  • Insentif untuk Industri Lokal: Untuk mengurangi dampak negatif pada daya saing, pemerintah dapat memberikan insentif bagi produsen barang mewah lokal, seperti pengurangan pajak lain atau subsidi produksi.
  • Edukasi Pajak: Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya pajak dan bagaimana kontribusi mereka mendukung pembangunan nasional.

Kesimpulan

Kenaikan PPN menjadi 12% di Indonesia adalah langkah berani yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat umum. Namun, keberhasilan kebijakan ini bergantung pada pelaksanaannya yang adil, transparan, dan efisien.

Pemerintah harus memastikan bahwa dampak negatif terhadap sektor ekonomi tertentu diminimalkan, sementara manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas. Sebagai mahasiswa, kita memiliki tanggung jawab untuk terus mengawal kebijakan ini, baik melalui kajian kritis maupun kontribusi aktif dalam diskusi publik.

Penulis : Muhammad Rafelino Akbar / Hukum / Universitas Dharmas Indonesia

Editor : Anisa Putri

Follow WhatsApp Channel sorotnesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Hukum: Fungsi, Masalah, dan Solusi dalam Implementasinya
Pers – Peran, Tantangan, dan Solusinya
Peran Anak Muda dalam Meningkatkan Ekonomi di Era Digital
Perilaku Bullying di Kalangan Remaja: Sebuah Ancaman Serius
Bahaya Narkoba bagi Pelajar, Ancaman Nyata bagi Masa Depan
Peran Penting Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045
Keselamatan Lalu Lintas: Tanggung Jawab Bersama untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Menelusuri Ketidakadilan di Papua: Pelanggaran HAM dan Peran Otonomi Khusus

Berita Terkait

Senin, 17 Februari 2025 - 18:20 WIB

Hukum: Fungsi, Masalah, dan Solusi dalam Implementasinya

Senin, 17 Februari 2025 - 17:39 WIB

Pers – Peran, Tantangan, dan Solusinya

Minggu, 9 Februari 2025 - 20:59 WIB

Peran Anak Muda dalam Meningkatkan Ekonomi di Era Digital

Minggu, 9 Februari 2025 - 18:26 WIB

Perilaku Bullying di Kalangan Remaja: Sebuah Ancaman Serius

Minggu, 9 Februari 2025 - 16:57 WIB

Bahaya Narkoba bagi Pelajar, Ancaman Nyata bagi Masa Depan

Berita Terbaru

Ilustrasi foto. (freepik)

Opini

Manajemen Inovasi: Peluang dan Tantangan di Era Disrupsi

Selasa, 25 Mar 2025 - 21:32 WIB